Mengapa Manusia Berkembang Berbeda Meski Dibesarkan dalam Lingkungan yg Sama?
Manusia adalah makhluk kompleks yg tidak dapat diprediksi sepenuhnya, bahkan ketika dibesarkan dalam keluarga yg penuh kasih sayang & disiplin. Faktanya, banyak anak yg tumbuh dalam lingkungan serupa justru menunjukkan kepribadian, minat, & bahkan masalah psikologis yg berbeda. Fenomena ini membuktikan bahwa perkembangan manusia tidak cuma dipengaruhi oleh pola asuh, tetapi juga oleh faktor genetik, pengalaman unik, & interaksi dengan dunia luar.
Contoh Kasus: Kembar Identik dengan Nasib Berbeda
Salah satu contoh menarik adalah kasus kembar identik yg dipisahkan sejak lahir & dibesarkan dalam keluarga berbeda, namun tetap menunjukkan kesamaan perilaku mencolok. Namun, ada juga kasus kembar yg dibesarkan bersama, tetapi satu anak mengembangkan gangguan kecemasan, sementara yg lain tumbuh lebih stabil. Studi oleh Plomin et al. (2016) dalamBehavioral Geneticsmenunjukkan bahwa meski gen berperan besar, pengalaman traumatis atau tekanan sosial dapat memicu gangguan mental pada satu individu, sementara saudaranya tetap resilien.
Salah satu contoh menarik adalah kasus kembar identik yg dipisahkan sejak lahir & dibesarkan dalam keluarga berbeda, namun tetap menunjukkan kesamaan perilaku mencolok. Namun, ada juga kasus kembar yg dibesarkan bersama, tetapi satu anak mengembangkan gangguan kecemasan, sementara yg lain tumbuh lebih stabil. Studi oleh Plomin et al. (2016) dalamBehavioral Geneticsmenunjukkan bahwa meski gen berperan besar, pengalaman traumatis atau tekanan sosial dapat memicu gangguan mental pada satu individu, sementara saudaranya tetap resilien.
Peran Interaksi Genetik & Lingkungan
Menurut teoridiathesis-stress(Zuckerman, 1999), kerentanan genetik (diathesis) berinteraksi dengan stres lingkungan untuk memicu gangguan psikologis. Misalnya, dua anak yg dibesarkan dengan disiplin ketat mungkin merespons berbeda: satu jadi lebih teratur, sementara yg lain memberontak karena merasa tertekan. BukuThe Orchid and the Dandelion(Boyce, 2019) menjelaskan bagaimana anak-anak “anggrek” lebih sensitif kepada lingkungan, sementara anak-anak “dandelion” lebih adaptif.
Menurut teoridiathesis-stress(Zuckerman, 1999), kerentanan genetik (diathesis) berinteraksi dengan stres lingkungan untuk memicu gangguan psikologis. Misalnya, dua anak yg dibesarkan dengan disiplin ketat mungkin merespons berbeda: satu jadi lebih teratur, sementara yg lain memberontak karena merasa tertekan. BukuThe Orchid and the Dandelion(Boyce, 2019) menjelaskan bagaimana anak-anak “anggrek” lebih sensitif kepada lingkungan, sementara anak-anak “dandelion” lebih adaptif.
Peran Pengalaman Unik & Trauma Tersembunyi
Meskipun dibesarkan dalam keluarga yg stabil, setiap anak mengalami peristiwa hidup yg unikseperti bullying di sekolah, persepsi kepada perlakuan orang tua, atau bahkan interpretasi subjektif kepada suatu kejadian. Seorang anak mungkin mengembangkan kecemasan setelah mengalami perundungan yg disembunyikan dari orang tuanya, sementara saudaranya tidak terpengaruh karena memiliki prosedur koping yg berbeda. Penelitian dalamJournal of Child Psychology and Psychiatry(Rutter, 2012) menunjukkan bahwa pengalaman mikro-trauma yg tidak terlihat oleh orang tua dapat berdampak signifikan pada perkembangan psikologis anak.
Neurodiversitas: Otak yg Berbeda, Respons yg Berbeda
Setiap orang terlahir dengan susunan saraf yg unik, yg memengaruhi cara mereka memproses emosi, stres, & hubungan sosial. Anak dengan ADHD atau spektrum autisme, misalnya, mungkin merespons disiplin dengan cara yg sangat berbeda dibandingkan saudara neurotipikalnya. BukuThe Whole-Brain Child(Siegel & Bryson, 2011) menjelaskan bagaimana disparitas neurologis dapat menciptakan anak-anak dalam keluarga yg sama berkembang dengan cara yg bertolak belakang, meskipun dididik dengan gaya pengasuhan yg identik.
Studi Kasus: Kelarga Harmonis dengan Anak yg Depresi
Sebuah studi kasus terkenal dariAmerican Journal of Psychiatry(Kendler et al., 2015) mengamati dua saudara kandung yg dibesarkan dalam keluarga yg penuh kasih sayang. Salah satu anak didiagnosis depresi berat di usia remaja, sementara yg lain tumbuh dengan kesehatan mental yg stabil. Analisis mengungkapkan bahwa anak yg depresi memiliki sensitivitas genetik kepada stres sosial, sementara saudaranya lebih resilien. Kasus ini memperkuat teori bahwanature(genetika) dannurture(lingkungan) berinteraksi secara kompleks dalam membentuk kepribadian & kesehatan mental.
Pengaruh Teman Sebaya & Lingkungan Sosial di Luar Keluarga
Meskipun keluarga adalah lingkungan utama pembentuk karakter, pengaruh teman sebaya & lingkaran sosial sering kali justru lebih kuat, khususnya pada masa remaja. Seorang anak mungkin terpapar nilai-nilai yg berbeda melalui pertemanannya, sementara saudaranya memilih jalur yg lebih sesuai dengan asa orang tua. PenelitianHarris (1998)dalam bukuThe Nurture Assumptionberargumen bahwa kelompok sebaya (peer group) dapat lebih berdampak pada kepribadian anak dibandingkan pola asuh orang tua. Misalnya, seorang anak yg berteman dengan kelompok berprestasi mungkin termotivasi secara akademis, sementara saudaranya yg terlibat dalam pergaulan negatif justru menunjukkan perilaku menyimpangmeski keduanya dibesarkan dengan cara yg sama.
Media & Budaya Pop: Pembentuk Identitas yg Tak Terduga
Di era digital, media sosial, film, musik, & konten online berperan akbar dalam membentuk persepsi diri & nilai-nilai hidup. Dua anak dalam satu keluarga dapat mengembangkan pandangan dunia yg sangat berbeda berdasarkan konten yg mereka konsumsi. Sebuah studi diPediatrics(2016) menemukan bahwa remaja yg terpapar konten depresif di media sosial memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mood, sementara saudaranya yg tidak terpapar tetap stabil. Contoh nyata adalah kasus seorang remaja yg mengidolakan figur tertentu di internet hingga mengadopsi nilai-nilai ekstrem, sementara saudaranya tidak terpengaruh karena minat yg berbeda.
Perbedaan Persepsi dalam Satu Keluarga: “Realitas” yg Berbeda-beda
Anak-anak dalam keluarga yg sama dapat memiliki pengalaman subjektif yg sangat berbeda tentang cara mereka dibesarkan. Salah satu anak mungkin menganggap orang tuanya penyayang & adil, sementara anak lainnya merasa diperlakukan dengan keras atau tidak dianggap. PenelitianAquilino (2001)dalamJournal of Marriage and Familymenunjukkan bahwa persepsi anak kepada pola asuh lebih berpengaruh pada perkembangan psikologisnya daripada niat sebenarnya dari orang tua. Misalnya, seorang anak yg merasa “terabaikan” karena orang tua lebih fokus pada kakaknya yg berprestasi dapat mengembangkan rasa tidak aman, sementara sang kakak justru tumbuh dengan percaya diri.
Kehendak Bebas: Ketika Pilihan Pribadi Mengalahkan Pengaruh Lingkungan
Meski faktor genetik & lingkungan membentuk dasar kepribadian, manusia tetap memilikiagencykemampuan untuk menciptakan opsi sadar yg membentuk jalan hidupnya. Dua saudara dapat tumbuh dalam kondisi identik, tetapi mengambil keputusan berbeda yg mengarahkan mereka pada kehidupan yg bertolak belakang. FilsufJean-Paul Sartremenekankan bahwa “manusia dikutuk untuk bebas,” artinya kita harus bertanggung jawab atas opsi kita, terlepas dari latar belakang. Contoh nyata adalah dua anak dari keluarga akademis; satu memilih karir di bidang sains seperti orang tuanya, sementara yg lain memberontak & memilih jalan seni. Studi dalamJournal of Personality and Social Psychology(Roberts et al., 2006) menunjukkan bahwa kepribadian terus berubah seiring opsi hidup, bahkan di usia dewasa.
Epigenetika: Bagaimana Lingkungan Mengubah Ekspresi Gen Tanpa Mengubah DNA
Tidak cuma gen & lingkungan yg berinteraksi, tetapi pengalaman hidup dapat mengaktifkan atau menonaktifkan gen tertentu melalui proses epigenetika. Penelitian pada korban trauma (Yehuda et al., 2016) menemukan bahwa stres ekstrem dapat meninggalkan “tanda” kimiawi pada DNA, yg bahkan dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Dalam konteks keluarga, ini menjelaskan mengapa seorang anak yg mengalami peristiwa traumatis (meski saudaranya tidak) dapat mengembangkan gangguan kecemasan, sementara saudaranya tetap stabil. BukuThe Deepest Well(Burke Harris, 2018) memberikan contoh bagaimana dua anak dengan gen serupa merespons stres keluarga secara berbeda karena pengalaman unik mereka.
Kasus Ekstrem: Gangguan Kepribadian Meski Dibesarkan di Lingkungan Ideal
Beberapa gangguan mental, seperti skizofrenia atau gangguan kepribadian ambang (BPD), memiliki komponen biologis kuat yg dapat muncul terlepas dari pola asuh. Studi kasus dalamThe British Journal of Psychiatry(2019) meneliti seorang anak dengan BPD yg dibesarkan dalam keluarga stabil & penuh kasih, sementara saudara kembarnya normal. Peneliti menyimpulkan bahwa faktor neurobiologis & mutasi genetik spontan berperan besar. Contoh lain adalah psikopat fungsionalindividu dengan sifat antisosial tetapi berasal dari keluarga serasi (lihatThe Wisdom of Psychopathsoleh Dutton, 2012). Kasus-kasus ini membuktikan bahwa manusia bukan cuma produk lingkungan, tetapi juga kompleksitas biologis yg unik.
Peran Kebetulan & Faktor Acak dalam Membentuk Perbedaan
Terkadang, disparitas antara saudara kandung dapat berasal dari momen-momen kebetulan yg mengubah hidup secara tak terduga. Seorang anak mungkin berjumpa dengan mentor yg menginspirasinya, sementara saudaranya mengalami kecelakaan kecil yg menciptakannya takut mencoba hal baru. Penelitian dalamPsychological Science(Bandura, 1982) tentang “pengalaman kebetulan yg menentukan” (fortuitous determinants) menunjukkan bagaimana peristiwa acakseperti pertemuan dengan orang tertentu atau kesempatan yg tidak terdugadapat membentuk jalur hidup seseorang secara signifikan. Contoh nyata: dua bersaudara yg sama-sama berbakat musik, tetapi cuma satu yg diundang tampil di acara sekolah, membuka pintu untuk karier musiknya, sementara yg lain beralih ke bidang lain.
Memahami Perbedaan: Bukan tentang “Siapa yg Salah”, tetapi tentang Keunikan Individu
Daripada membandingkan atau menyalahkan pola asuh, penting untuk menerima bahwa setiap manusia adalah kombinasi unik dari gen, pengalaman, & pilihan. PsikologCarl Rogersdalam teoriclient-centered therapy-nya menekankan bahwa setiap perseorangan punya kecenderungan alami untuk berkembang sesuai dengan jalan mereka sendiri. Keluarga dapat menyediakan fondasi yg sama, tetapi hasil akhirnya akan sering bervariasi. Studi dalamDevelopmental Psychology(Scarr & McCartney, 1983) memperkenalkan konsepniche-pickinganak-anak secara aktif memilih lingkungan yg sesuai dengan kecenderungan genetik mereka, sehingga memperbesar disparitas dengan saudara kandung.
Merayakan Keunikan dalam Kesamaan
Pada akhirnya, fakta bahwa saudara kandung dapat tumbuh sangat berbeda justru menunjukkan keajaiban kompleksitas manusia. Daripada frustasi karena anak-anak tidak sesuai harapan, orang tua & masyarakat dapat belajar menghargai keragaman ini. BukuThe Myth of the Perfect Child(Levine, 2022) mengingatkan bahwa tujuan pengasuhan bukan menciptakan “produk jadi” yg seragam, tetapi mendukung setiap anak untuk berkembang sesuai potensi uniknyameski itu berarti mereka mengambil jalan yg tak terduga. Dengan memahami interaksi rumit antara gen, lingkungan, & kehendak bebas, kita dapat lebih bijak menyikapi disparitas & mengurangi stigma pada mereka yg mengalami gangguan psikologis meski dibesarkan dalam lingkungan “ideal”.
Referensi:
– Aquilino, W. S. (2001).Journal of Marriage and Family, 63(2), 493-508.https://doi.org/10.1111/j.1741-3737.2001.00493.x
– Bandura, A. (1982). The psychology of chance encounters and life paths.American Psychologist, 37(7), 747-755.https://doi.org/10.1037/0003-066X.37.7.747
– Boyce, W. T. (2019).The orchid and the dandelion: Why some children struggle and how all can thrive. Knopf.
– Burke Harris, N. (2018).The deepest well: Healing the long-term effects of childhood adversity. Houghton Mifflin Harcourt.
– Dutton, K. (2012).The wisdom of psychopaths: What saints, spies, and serial killers can teach us about success. Scientific American/Farrar, Straus and Giroux.
– Harris, J. R. (1998).The nurture assumption: Why children turn out the way they do. Free Press.
– Kendler, K. S., Ohlsson, H., Sundquist, J., & Sundquist, K. (2015). The rearing environment and risk for major depression: A Swedish national high-risk home-reared and adopted-away co-sibling control study.American Journal of Psychiatry, 172(7), 630-637.https://doi.org/10.1176/appi.ajp.2015.14040498
– Levine, M. (2022).The myth of the perfect child: Raising kids with character, resilience, and authenticity. Penguin Life.
– Plomin, R., DeFries, J. C., Knopik, V. S., & Neiderhiser, J. M. (2016).Behavioral genetics(7th ed.). Worth Publishers.
– Roberts, B. W., Walton, K. E., & Viechtbauer, W. (2006). Patterns of mean-level change in personality traits across the life course: A meta-analysis of longitudinal studies.Psychological Bulletin, 132(1), 1-25.https://doi.org/10.1037/0033-2909.132.1.1
– Royal Society for Public Health. (2017).#StatusOfMind: Social media and young people’s mental health and wellbeing.https://www.rsph.org.uk/
– Rutter, M. (2012). Resilience as a dynamic concept.Development and Psychopathology, 24(2), 335-344.https://doi.org/10.1017/S0954579412000028
– Scarr, S., & McCartney, K. (1983). How people make their own environments: A theory of genotype environment effects.Child Development, 54(2), 424-435.https://doi.org/10.2307/1129703
– Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2011).*The whole-brain child: 12 revolutionary strategies to nurture your child’s developing mind*. Delacorte Press.
– Yehuda, R., Daskalakis, N. P., Bierer, L. M., Bader, H. N., Klengel, T., Holsboer, F., & Binder, E. B. (2016). Holocaust exposure induced intergenerational effects on FKBP5 methylation.Biological Psychiatry, 80(5), 372-380.https://doi.org/10.1016/j.biopsych.2015.08.005
– Zuckerman, M. (1999).Vulnerability to psychopathology: A biosocial model. American Psychological Association.https://doi.org/10.1037/10316-000