Wangi yg Tak Terlihat
Di sebuah kota kecil yg terletak di kaki gunung, hiduplah seorang pria bernama Reza. Ia diketahui pendiam, jarang berbicara, & bekerja di sebuah toko kecil yg menjual alat tulis serta pernak-pernik keperluan sekolah. Tak banyak yg tahu, di balik rutinitas membosankan itu, Reza memiliki sebuah rahasia besar: ia dapat mencium aroma emosi.
Bukan sekadar mencium bau biasa. Setiap emosi manusia memiliki wangi yg berbeda baginya. Rasa bahagia tercium seperti wangi melati segar di pagi hari. Kesedihan seperti bau tanah setelah hujan pertama. Ketakutan menyerupai aroma besi berkarat, & kemarahan seperti asap terbakar dari kayu kering. Kemampuan ini bukan keharapannya. Ia terbangun dengan kemampuan itu sejak umur 12 tahun, tepat setelah kehilangan ibunya dalam kebakaran rumah yg tragis.
Selama bertahun-tahun, Reza menyembunyikan kemampuan itu. Ia tak harap dianggap aneh, apalagi gila. Tapi kemampuan itu pula yg menciptakannya sangat selektif kepada orang-orang di sekitarnya. Ia tahu siapa yg berpura-pura, siapa yg tulus, & siapa yg menyimpan dendam di balik senyumannya.
Sampai suatu hari, seorang wanita datang ke tokonya. Namanya Lira. Ia datang untuk membeli buku catatan & pena, tetapi yg menciptakan Reza terpaku bukan karena wajahnya atau suaranya, melainkan karena aroma yg menguar dari tubuhnya. Wangi itu… tak memiliki nama. Bukan seperti emosi mana pun yg pernah ia cium. Wangi itu seperti perpaduan antara lautan & langit, damai namun dalam, seolah memanggilnya untuk tenggelam lebih jauh.
Hari demi hari, Lira mulai sering datang. Kadang cuma duduk membaca, kadang mengobrol singkat dengan Reza. Semakin lama, Reza mulai merasa nyaman, sebuah perasaan yg lama ia kubur. Tapi ada yg ganjil. Wangi dari Lira tak pernah berubah. Tak ada jejak emosi yg tercium dari dirinyatidak senang, tidak sedih, tidak marah. Hampa, namun indah.
Karena rasa penasarannya, Reza mulai menyelidiki. Ia mencari tahu latar belakang Lira dari warga sekitar. Ia bertanya ke tetangga-tetangga, mencari akun media sosialnya, namun tak ada jejak digital Lira. Seolah ia muncul begitu saja.
Hingga suatu malam, saat Reza menutup toko, ia melihat Lira berdiri di seberang jalan. Ia tampak tersenyum, lalu berjalan menjauh menuju hutan kecil di pinggir kota. Reza mengikutinya, terpanggil oleh wangi tak bernama itu. Ia berjalan menyusuri hutan gelap, hingga hingga di sebuah taman tua yg terlupakan.
Di sana, Lira berdiri di depan sebuah pohon akbar yg tampak seperti sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Ia berbalik, menatap Reza, & berkata, Akhirnya kau datang.
Apa maksudmu? tanya Reza, gugup.
Lira menatapnya dalam, lalu menjawab pelan, Kau adalah satu dari sedikit orang yg dapat mencium aroma jiwa. Kau mencium yg tak terlihat. Dan aku… bukan manusia biasa.
Reza terdiam.
Aku adalah penjaga batas antara dunia manusia & dunia rasa. Ketika manusia terlalu larut dalam kebohongan emosi, ketika dunia jadi penuh topeng, maka orang sepertimu dibutuhkan… untuk mengingatkan bahwa kejujuran itu wangi, & kebohongan itu busuk.
Lira kemudian menghilang. Yang tersisa hanyalah wanginya yg perlahan memudar seperti kabut pagi. Reza berdiri terpaku, tetapi hatinya tenang. Untuk perdana kalinya, ia tahu bahwa kemampuannya adalah anugerah, bukan kutukan.
Sejak malam itu, toko Reza berubah. Ia mulai menciptakan parfum dari bunga-bunga langka, masing-masing diracik untuk menenangkan emosi manusia. Parfum yg dapat menciptakan orang merenung, memaafkan, mensayangi, & jujur. Orang-orang menyebut tokonya “Toko Wangi Jiwa”.
Dan di setiap botol parfum, Reza menyisipkan sebaris kalimat kecil:
“Wangi yg jujur tak dapat disembunyikan, karena hati yg tulus akan sering tercium, meski tanpa kata.”