Kabar bahagia datang dari de Hakims Aviary, karena berhasil mengembang-biakkan Victoria Mambruk, burung yg terancam punah, dalam penangkaran.
Walaupun bukan pesayang burung akut, saya ikut bangga mendengar kabar ini. Buat yg masih asing dengan burung ini, Victoria Mambruk adalah spesies merpati terbesar yg ada di dunia. Burung ini merupakan burung asli Indonesia, tepatnya dari Papua. Memiliki bulu berwarna biru keabu-abuan yg elegan, mahkota berjumbai mirip kipas di atas kepala, serta mata merah menyala yg kontras, Victoria Mambruk tampak begitu anggun & megah. Tak heran kalau burung ini dinamai sesuai Ratu Inggris, Queen Victoria, karena pesonanya yg tampak megah & memukau.
Mengapa Terancam Punah?
Sayangnya, keindahan Victoria Mambruk justru jadi alasan mengapa ia semakin langka. Spesies ini masuk dalam kategori Rentan (Vulnerable) menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature). Beberapa alasan utama kelangkaannya antara lain:
– Perburuan liar untuk diambil bulunya atau dijadikan hewan peliharaan eksotis.
– Perusakan habitat alami, khususnya hutan-hutan dataran rendah di Papua yg terus ditebang untuk pembukaan lahan.
– Tingkat reproduksi yg sangat rendah, yg menciptakan populasinya sulit berkembang.
Sulitnya Reproduksi: Hanya Satu Telur
Tidak seperti burung kecil yg dapat bertelur banyak dalam satu musim, Victoria Mambruk cuma bertelur satu butir setiap masa reproduksi. Masa inkubasinya pun cukup panjang, sekitar 2830 hari, & anak burung membutuhkan perawatan intensif dari induknya. Hal ini menciptakan upaya pelestarian mereka jadi lebih menantang, baik di alam maupun dalam penangkaran.
Keberhasilan de Hakims Aviary
Karena itulah, keberhasilan de Hakims Aviary dalam mengembangbiakkan Victoria Mambruk patut mendapat apresiasi tinggi. Namun, proses ini bukanlah perjalanan yg mudah.
Melalui kanal YouTube pribadinya, Irfan Hakim membagikan cerita di balik layar yg penuh tantangan. Sebelum akhirnya berhasil menetaskan satu anak Victoria Mambruk, timnya harus mengalami lima kali kegagalan. Lima butir telur sebelumnya tidak berhasil menetassebuah kenyataan pahit yg harus dihadapi dalam upaya pelestarian satwa langka ini.
Berbagai uji coba & penyesuaian metode dilakukan demi meningkatkan peluang keberhasilan. Beberapa langkah yg mereka tempuh antara lain:
– Penggunaan jaring pelindung di sekitar area sarang supaya telur & anak burung tetap aman.
– Perawatan berdikari oleh manusia ketika indukan tidak menunjukkan respons optimal.
– Pemberian alas pengaman dari tumpukan rumput, guna meminimalkan risiko cedera kalau anak burung jatuh dari sarang.
– Pengawasan intensif hampir 24 jam, untuk memastikan kondisi telur & induk tetap stabil.
Usaha tanpa letih ini akhirnya membuahkan hasil pada penetasan telur ke-6, menandai momen bersejarah bagi de Hakims Aviary. Melalui berbagai percobaan yg didokumentasikan, apa yg dilakukan oleh Irfan Hakim & regu merupakan usaha nyata dalam melindungi satwa langka Indonesia.
Wah sangat keren sekali perjuangannya kak Irfan!