Strategi mengatasi suami yg maunya menang sendiri!
Kerangka psikologi interpersonal & komunikasi, perilaku dominan dalam hubungan, yg sering diartikan sebagai “maunya menang sendiri,” dapat dianalisis dari beberapa sudut pandang. Perilaku ini dapat merujuk pada pola interaksi di mana salah satu pihak secara konsisten berusaha mengendalikan keputusan, narasi, atau hasil dari suatu konflik.
Kekuasaan & Kontrol:Perilaku ini dapat dipahami sebagai manifestasi dari dinamika kekuasaan dalam hubungan. Individu yg menunjukkan dominasi mungkin merasa perlu untuk mempertahankan kontrol sebagai cara untuk mengurangi ketidakpastian atau sebagai respons kepada rasa tidak aman. Dalam teori ini, dominasi seringkali berakar dari ketidakseimbangan kekuasaan yg dirasakan, di mana satu pihak merasa memiliki otoritas lebih tinggi, baik secara finansial, sosial, maupun emosional.
Komunikasi:Secara komunikatif, perilaku dominan seringkali ditandai dengan komunikasi asertif-agresif. Individu tersebut cenderung memprioritaskan kebutuhannya sendiri tanpa memperhatikan perasaan atau perspektif pasangannya. Hal ini dapat dilihat dari pola pembicaraan yg menginterupsi, mengabaikan argumen lawan bicara, atau mengpakai nada bicara yg merendahkan. Sebaliknya, perilaku ini dapat disebabkan oleh kurangnya keterampilan komunikasi empatik, di mana perseorangan kesulitan untuk melihat keadaan dari sudut pandang pasangannya.
Kognitif-Behavioral:Dari perspektif ini, perilaku dominan dapat jadi hasil dari skema kognitif yg maladaptif atau pola pikir yg kaku. Misalnya, keyakinan bahwa “pendapat saya sering benar” atau “untuk menang, saya harus mengalahkan orang lain.” Pola pikir ini membentuk respons perilaku yg tidak adaptif dalam keadaan interpersonal, di mana kompromi dianggap sebagai kekalahan.
Perilaku ini, intervensi dapat berfokus pada restrukturisasi pola komunikasi & kognitif:
Komunikasi Asertif & Deklaratif:Pihak yg merasa dirugikan perlu mengpakai komunikasi asertif untuk mengekspresikan kebutuhan & perasaannya tanpa menyalahkan. Penggunaan kalimat “Saya” (I-statements) sangat dianjurkan. Contohnya, daripada mengatakan, “Kamu sering memaksakan kehendak,” lebih efektif kalau diucapkan, “Saya merasa tidak didengar ketika keputusan diambil tanpa masukan saya.”
Negosiasi & Kompromi:Strategi ini berfokus pada pencarian solusi konsensus alih-alih hasil yg bersifat zero-sum (menang-kalah). Ini melibatkan dialog di mana kedua belah pihak secara aktif mendengarkan & mencari titik temu. Tujuannya adalah untuk menciptakan solusi sinergis yg mengakomodasi kebutuhan kedua belah pihak.
Refleksi Diri & Empati:Mendorong perseorangan yg dominan untuk merefleksikan asal-usul perilakunya, serta melatih empati kognitif (memahami sudut pandang orang lain) & empati afektif (merasakan emosi orang lain), dapat menolong mengubah pola pikir & perilaku yg kaku.
Bantuan Profesional:Jika pola perilaku ini bersifat rigid & tidak responsif kepada intervensi internal, konseling pasangan dapat jadi solusi. Terapis atau konselor dapat berfungsi sebagai mediator netral untuk memfasilitasi komunikasi yg konstruktif & menolong pasangan mengembangkan keterampilan interpersonal yg lebih sehat.
