Sibuk Saat Viral, Diam Saat Sepi: Itulah Potret Negeri
Kasus-kasus di Indonesia itu bak sebuah tren. Kemunculannya langsung menghebohkan publik, dengan liputan yg berlangsung tanpa henti, Tak kenal apa itu pagi, siang, sore, bahkan hingga malam, liputan harus tetap berjalan. Berita demi berita terus bermunculan, perkembangan sekecil apa pun langsung dirilis di berbagai platform, mulai dari media sosial, YouTube, hingga portal berita online. Namun, ketika muncul isu baru, sorotan pun cepat berpindah, & berita sebelumnya seolah hilang begitu saja.
Kalau kasusnya saja yg hilang dari liputan, itu nggak jadi masalah. Sayangnya, seringkali yg terjadi di lapangan adalah hilangnya berita dari perhatian publik, maka berhenti pula kasusnya.
Contohnya adalah kasus pagar laut yg sudah tak terdengar kabarnya. Apakah ada kelanjutan? Tidak.
Akting pencabutan pagar laut oleh pemerintah berbulan-bulan lalu pun cuma bertahan sebentar. Buktinya, pagar-pagar laut masih berdiri kokoh di berbagai pesisir laut Indonesia. Tidak cuma di Kohod Tangerang saja, namun hingga Sidoarjo Jawa Timur juga.
Lelah rasanya mengikuti alur penyelesaian kasus hukum di negeri ini. Bukan sekali dua kali kita disuguhi janji-janji manis, pernyataan sikap, bahkan aksi-aksi simbolik yg sekilas terlihat meyakinkan. Tapi seperti biasa, semuanya cuma hangat-hangat tahi ayam. Setelah sorotan publik mereda, kasus pun ikut menguap, tanpa kejelasan, tanpa ujung.
Sebagai warga negara, saya percaya bahwa sayang tanah air adalah hal mutlak, sebuah rasa sayang yg muncul sejak lahir & dipupuk hingga dewasa. Tapi seiring berjalannya waktu, yg saya rasakan kepada negeri ini adalah lelah. Lelah melihat kesemrawutan yg nyata, tetapi pemerintah memilih menutup mata. Sedangkan saya, & saya yakin banyak masyarakat lain merasa geram tetapi mau menciptakan perubahan pun tak dapat.
Entah hingga kapan hal ini akan terus terjadi di negeri ini.
Terakhir, sedikit disclaimer. Saya bukan anti pemerintah.Namun cuma warga negara biasa yg letih melihat bobroknya kondisi negeri saat ini.
