Putri Danau Limboto
Di kaki pegunungan Hulondalo, terdapat danau yg begitu luas & indah: Danau Limboto. Warga sekitar meyakini bahwa danau ini dijaga oleh seorang putri gaib bernama Baliya. Legenda tentangnya sudah diwariskan turun-temurun, namun cuma segelintir orang yg pernah benar-benar “melihatnya”.
Tahun 1997, seorang pemuda bernama Faiz tinggal di Desa Iluta, tak jauh dari tepi Danau Limboto. Ia seorang pemancing handal, tetapi berbeda dari orang kebanyakania lebih suka berbicara dengan air, bernyanyi saat memancing, & tak pernah mengambil lebih dari yg ia butuhkan.
Air punya nyawa, danau punya telinga, begitu mengatakan kakeknya, seorang pelestari adat tua yg sudah lama wafat.
Suatu sore yg sepi, Faiz memancing di tengah danau dengan bahtera kecil. Saat itu, hujan rintik turun & kabut tipis menyelimuti permukaan air. Di tengah danau, Faiz melihat kilatan cahaya keemasan yg muncul sesaat dari dalam air. Rasa penasarannya membuncah.
Ia mendayung ke arah cahaya, & sesaat kemudian… semuanya berubah.
Faiz tidak lagi berada di danau biasa. Ia berada di sebuah taman yg indah, penuh kembang berwarna biru keperakan, & pohon-pohon yg daunnya berbisik dalam bahasa asing. Di tengah taman, berdiri seorang gadis mengenakan baju adat Gorontalo berwarna putih & perak, dengan *walima* di kepalanya & sorot mata sendu.
Aku Baliya, penjaga Limboto, katanya dengan suara yg mengalun seperti nyanyian.
Faiz terdiam, antara kagum & takut. Baliya mendekat & menggenggam tangan Faiz.
Danau ini sekarat. Lihatlah ke sekitarmu.
Secepat petir, taman indah itu berubah jadi lumpur keruh, dengan plastik, bangkai ikan, & suara mesin pengeruk tanah. Faiz terkejut.
Inilah masa depan Limboto kalau manusia tak berubah, lanjut Baliya. Dan kau… dipilih untuk jadi pengingat mereka.
Faiz terbangun di perahunya, di tempat yg sama, tetapi waktu sudah bergulirhari sudah malam. Ia kembali ke desa, tetapi menyadari sesuatu yg ganjil: orang-orang memperhatikannya seolah ia asing.
Salah satu tetua desa mendekatinya & bertanya, Kau dari mana saja, Faiz? Sudah lima hari kami mencarimu!
Faiz tercengang. Baginya cuma beberapa jam berlalu. Namun dunia sudah berjalan lima hari.
Sejak itu, Faiz berubah. Ia mulai menggerakkan kampungnya untuk membersihkan danau, menolak proyek-proyek yg merusak alam, & menghidupkan kembali adat & ritual syukuran danau. Ia mendirikan komunitas yg dinamai *Baliya Limboto*sebuah kelompok anak muda yg peduli pada alam & budaya Gorontalo.
Beberapa tahun kemudian, Limboto memang belum sepenuhnya pulih. Namun suara Baliyayang dulu cuma legendakini jadi semangat yg hidup. Faiz masih sering ke danau, & saat kabut turun di sore hari, kadang ia tersenyum ke tengah danau, seolah menyapa seseorang yg tak kasat mata.
Dan masyarakat percaya, selama ada yg menjaga & mensayangi Limboto dengan tulus, Putri Danau itu akan tetap tinggal… meski tak terlihat.
—