Pulang Sebelum Sukses
Namanya **Gilang**, usia 31 tahun. Tinggal di sebuah kos sempit di sudut kota, bekerja di toko retail sebagai karyawan shiftgajinya Rp2 juta per bulan. Setiap pagi ia bangun bukan karena semangat, tetapi karena alarm tanggung hidup.
Kosnya berantakan, bukan karena malas, tetapi karena tak ada energi tersisa setelah seharian berdiri melayani pelanggan. Di pojok kamar, ada kertas penuh coretan: *Cara jadi miliarder 5 tahun ke depan.* Mimpinya besar, tetapi hidup tak pernah memberi banyak ruang untuk napas, apalagi terbang.
—
Suatu malam, saat pulang dari shift malam jam 10, ia duduk di depan warung kopi dekat rel kereta. Di sana ada pria tua penjaga parkir yg sering menyapanya, namanya Pak Manto.
> Capek, Lang?
> Iya, Pak. Hidup ini kayak lari di tempat. Dapat gaji, habis buat makan & kos. Sisanya? Cuma harapan.
Pak Manto tersenyum, lalu menyodorkan kopi hitam.
> Dulu saya juga begitu. Tapi saya sadar, kalau kita nggak punya modal, ya kita pakai **waktu** kita. Kalau nggak punya skill, kita pakai **akal** kita. Jangan biarkan keadaan jadi alasan.
Kata-kata itu melekat di kepala Gilang. Malam itu, ia pulang dengan kepala penuh rencana. Bukan rencana besar, tetapi satu hal kecil: mulai belajar hal yg dapat dilakukan dari HP.
—
Setelah hari-hari penuh uap nasi & bau deterjen di toko, Gilang mulai menelusuri YouTube: belajar tentang crypto, parfum, jualan online, bahkan menonton video orang-orang yg sukses dari kamar sempit. Ia mulai menulis catatan kecil:
*Modal bukan uang. Modal itu disiplin & akal.*
Gilang tidak punya laptop, tetapi dia punya HP. Dia tidak punya modal besar, tetapi dia punya waktu malam. Maka dia pakai itu untuk jualan parfum kecil-kecilan, promosi di WhatsApp & grup Facebook. Dia gabungkan ilmunya soal parfum, riset aroma, & mulai bikin sample yg dikirim ke teman-temannya.
Satu botol laku. Dua botol laku. Tiga bulan, sudah seratus. Tapi bukan hasilnya yg menciptakannya banggamelainkan **rasa percaya dirinya yg tumbuh perlahan.**
—
Tahun itu, teman-teman lamanya banyak yg pulangbukan pulang ke rumah, tetapi pulang dari mimpi. Menyerah. Gilang tetap berdiri, meski kadang menangis dalam diam. Dia tahu, belum sukses bukan berarti gagal.
Dia sering berkata dalam hati:
> *”Aku bukan gagal. Aku baru mulai. Dan saya belum selesai.”*
—
Lima tahun belum berlalu. Tapi satu hal sudah pasti: **Gilang tidak akan pulang sebelum sukses.**
Dan saat hari itu tibabukan cuma dompetnya yg penuh, tetapi dadanya juga, dengan harga diri.
—
> **Kalau anda miskin, jangan cuma bertahan. Bertumbuhlah. Walau pelan, walau sendiri.**
—
