Loading Now

Pukis: Kudapan Rakyat, Fantasi Elit

Pukis: Kudapan Rakyat, Fantasi Elit

Kue pukis adalah satu-satunya camilan pasar yg penampakannya sering menciptakan orang dewasa menunduk, pura-pura fokus ke dompet, lalu membeli dengan paras datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal di dalam hati, ada getaran kecil yg tak dapat dijelaskan. Bentuk pukis itu memang terlalu jujur untuk kue yg dijual di depan sekolah & dekat masjid. Ia bukan cuma kue, tetapi representasi diam-diam dari sesuatu yg tak dapat diucapkan secara terbuka.

Lihat saja anatominya. Setengah lingkaran, montok di pinggir, merekah di tengah. Belahan atasnya terbuka begitu saja, seperti celah yg sengaja tidak ditutup rapat. Di situ biasanya ditabur meses atau keju, seolah topping itu berfungsi sebagai penutup aurat yg justru mengundang lebih banyak perhatian. Semakin penuh topping-nya, semakin menggiurkan. Semakin polos, semakin erotis dalam kesederhanaan. Pukis adalah bukti bahwa tidak semua yg terbuka itu vulgarkadang justru yg sederhana lebih memancing tafsir liar. Ia tidak frontal, tetapi justru itu kekuatannya.

Pinggirannya empuk, kenyal saat disentuh, tetapi tetap kembali ke bentuk semula dengan patuh. Seperti tubuh yg lentur tetapi tahu kapan harus diam. Bagian bawahnya kecokelatan, tanda kematangan sempurna. Tidak gosong, tetapi hangus tipis yg menggoda. Persis seperti kulit yg kena mentari tropismengilat, harum, tetapi masih dalam batas estetika. Bau mentega & santan menyatu seperti parfum yg tak dapat dibeli di toko, cuma dapat diendus dalam kenangan masa kecil yg tidak sepenuhnya polos.

Pukis memang diciptakan untuk disantap, tetapi entah kenapa bentuknya sering menciptakan lidah & imajinasi berebutan prioritas. Ia adalah satu-satunya makanan yg ketika diletakkan di piring plastik warna merah, dapat terasa seperti adegan kontemplatif dalam film pendek yg terlalu artistik. Bahkan dalam keheningan warung pinggir jalan, pukis dapat menciptakan suasana batin yg tidak disediakan oleh donat waralaba atau roti sobek pabrik.

Orang-orang memakannya dengan berbagai gaya. Ada yg langsung menggigit di bagian pinggir, pelan-pelan menuju belahan tengah. Ada yg langsung menyerang bagian yg terbuka itu terlebih dahulu, tanpa basa-basi, seperti mengekspresikan hasrat yg selama ini ditekan oleh sopan santun. Beberapa bahkan menyobeknya jadi dua sebelum memakanmungkin sebagai bentuk kontrol, atau mungkin cuma karena mereka tahu, separuh cukup untuk rasa, sisanya untuk dosa.

Semuanya sah. Tak ada yg salah dalam menikmati pukis. Tapi tetap saja, setiap suapan sering disertai pencerahan bahwa ini bukan sekadar kue. Ini adalah benda makan yg bentuknya menguji iman, apalagi kalau sedang dalam kondisi lapar, sendirian, & kebetulan warung sedang sepi. Dalam keheningan seperti itu, pukis dapat berubah dari camilan jadi simbol eksistensialmengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yg mudah goyah oleh bentuk, aroma, & tekstur.

Dan seperti biasa, masyarakat tetap memakluminya. Karena di negeri ini, kue boleh montok, belahan boleh terbuka, asal harganya tetap lima ribuan & dapat dibawa pulang tanpa dosa di struk belanja. Tak perlu moral, tak perlu debat. Cukup dibungkus kertas minyak, dimasukkan ke tas, & dinikmati diam-diam sambil menatap dinding. Di negeri yg sibuk mencari dalil dari pakaian orang lain, pukis lolos tanpa dakwah, karena ia diamdan dalam diam itu, tersembunyi kuasa.

Pukis tidak pernah meminta untuk ditafsirkan. Tapi justru karena itu, ia memberi ruang bagi tafsir sebanyak mungkin. Seperti tubuh dalam diam, atau rahasia yg disimpan dalam bentuk sederhana. Kadang yg paling menggoda bukan yg tampil berlebihan, tetapi yg tampak seolah tak tahu diri sudah jadi fantasi banyak orang. Pukis sudah mengajarkan kita bahwa tidak semua erotika butuh panggung. Kadang cukup loyang, meja kecil, & senyum penjual yg tahu persis kenapa kau kembali lagi besok pagi.

Dan di balik loyang itu, di antara aroma manis yg mengepul & tarian api kecil di atas kompor, ada kesepakatan sosial yg tak pernah ditulis: bahwa kita, para pelanggan pukis, boleh berimajinasi sejauh-jauhnya, asal tahu diri untuk tetap membayar tunai & membawa pulang imajinasi itu tanpa mengganggu ketertiban umum. Bahwa sensualitas dapat dinikmati tanpa diributkan, asal dalam bentuk makanan. Dan bahwa pukis, dengan segala kesederhanaannya, sudah mencuri posisi penting dalam peta bawah sadar budaya kitasebagai satu-satunya kue yg tidak pernah meminta maaf karena bentuknya terlalu jujur.

wgnewss.com adalah segala laporan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta, yang menarik perhatian dan penting untuk disampaikan atau dimuat dalam media massa agar diketahui atau menjadi kesadaran umum.

  1. https://paste.beba.st/
  2. https://shortlyfi.com/
  3. https://socialprooff.com/
  4. https://twitemedia.com/
  5. https://gametendangbola.com/
  6. https://kringtube.com/
  7. https://allgamerandom.com/
  8. https://qrgenerator1.com/
  9. https://multitoolspro.com/
  10. https://newstreetjob.com/
  11. https://bignewss.com/
  12. https://batam.co.id/
  13. https://wgnewss.com/
  14. https://kalilinux.info/
  15. https://wiblinks.com/
  16. https://magictoolsthemes.com/
  17. https://sunting.id/
  18. https://wagam.net/
  19. https://www.billspennsyphotos.com/
  20. layarkaca21
  21. mulia77
  22. maxwin25
  23. slot25
  24. https://slot25.it.com/
  25. slot ngacir
  26. lk21
  27. http://conciliacion-metrowifi.etapa.net.ec/
  28. https://nokephub.com/