Loading Now

Menulis Indonesia tanpa Majapahit: Rekomendasi Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Menulis Indonesia tanpa Majapahit: Rekomendasi Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Di tengah kerak bumi historiografi Indonesia, nama Majapahit bersemayam seperti fosil yg dimitoskan sebagai emas. Ia adalah tulang belakang dari sebuah tubuh ideologis yg disebut “Indonesia,” bahkan sebelum mengatakan itu ditemukan. Sebuah kerajaan yg katanya menyatukan Nusantara, tetapi ironisnya tidak pernah menyatukan siapa-siapa kecuali dirinya sendiri. Di atas tulang-tulang rapuh legenda Gajah Mada, para birokrat kolonial membangun mimpi tentang sebuah negeri yg besar, teratur, & dapat dipetakan dalam garis-garis lurus bernama batas wilayah. Majapahit jadi atlas yg tidak pernah usai dipelajari, meskipun ia lebih banyak hidup dalam dongeng daripada dokumen.

Kita tentu ingat, atau paling tidak, kita diharuskan untuk mengingat, bahwa ada sumpah suci yg konon diucapkan oleh seorang mahapatih yg lebih mirip Adolf Hitler dari zaman 14 ketimbang seorang pejabat agraria. Sumpah itu berbunyi “amukti palapa,” yg oleh para juru tafsir nasionalisme ditafsirkan sebagai komitmen suci untuk menaklukkan wilayah yg kini disebut Indonesia. Sebuah interpretasi yang, dalam konteks genealogi kekuasaan, sangatlah menguntungkan bagi proyek negara. Namun Michel Foucault mungkin akan tersenyum getir: kebenaran tidak pernah lahir dari fakta, melainkan dari peredaran diskursif yg dikendalikan oleh siapa yg berhak bicara. Dan para arkeolog kolonial, sejarawan negara, serta pejabat kebudayaan adalah para ventriloquist yg menjadikan Majapahit sebagai boneka bicara mereka.

Majapahit, seperti semua legenda imperium, bekerja bukan karena kebenarannya, melainkan karena repetisi. Ia diulang dalam buku sejarah, diukir di relief candi yg direstorasi secara nasionalistik, & diperdagangkan dalam upacara-upacara kebudayaan yg dibiayai APBN. Majapahit adalah Disneyland dari masa lalu kita—tidak penting apakah ia benar-benar terjadi, yg penting ia terlihat meyakinkan.

Menulis sejarah Indonesia tanpa Majapahit tentu dianggap sebagai tindakan revolusioner, bahkan mungkin subversif. Ini seperti membayangkan gereja tanpa salib atau konser rock tanpa gitar. Namun justru di sinilah persoalannya: mengapa satu kerajaan yg eksistensinya terbatas dalam ruang-waktu tertentu harus dijadikan poros tunggal dari sebuah narasi nasional yg konon majemuk? Ini adalah pertanyaan yg tidak harap dijawab oleh mereka yg masih percaya bahwa sejarah adalah warisan, bukan konstruksi. Seperti yg dikatakan oleh Hayden White, sejarah adalah narasi yg diisi oleh pilihan-pilihan retoris, bukan fakta objektif. Maka, ketika Majapahit dipilih sebagai tokoh utama, yg lain otomatis dijadikan figuran.

Dalam narasi sejarah resmi, Majapahit ditempatkan dalam posisi linier: Sriwijaya–Majapahit–Mataram–VOC–Hindia Belanda–Indonesia. Sebuah progresi yg sangat rapi, sangat Eropa, & sangat kolonial. Dalam kenyataan sejarah, Nusantara bukanlah taman bertingkat yg ditanami satu demi satu oleh benih-benih kerajaan besar. Ia adalah semak belukar interaksi lokal, perdagangan maritim, & pertukaran budaya yg tidak mengenal pusat. Bila Majapahit adalah pusat, maka sejarah yg lain adalah pinggiran, & dengan itu, kekuasaan menanamkan hegemoni dalam bentuk kurikulum.

Menghapus Majapahit dari narasi nasional bukan berarti menghapus eksistensinya, tetapi menolak dominasi simboliknya. Ini adalah tindakan dekonstruksi dalam pengertian Derrida: bukan meruntuhkan bangunan, melainkan membuka sendi-sendi anggapan yg menopangnya. Dalam hal ini, anggapan bahwa Indonesia membutuhkan Majapahit sebagai pembenar historis atas nasionalismenya. Tapi mungkinkah kita membayangkan nasionalisme tanpa imperium? Bisakah Indonesia dibayangkan tanpa mitos ekspansionis?

Jawabannya: sangat dapat. Karena sejarah Indonesia yg paling hidup justru berada di luar Majapahit. Di pesisir Makassar yg terhubung ke Istanbul. Di pelabuhan Banten yg jadi persinggahan para saudagar Gujarat. Di Buton yg memiliki konstitusi tertulis sebelum republik memikirkan Pancasila. Di Minangkabau yg membangun sistem nagari berbasis deliberasi, bukan penaklukan. Semua ini tidak membutuhkan sumpah Gajah Mada. Mereka tidak berangkat dari keharapan untuk menyatukan, tetapi untuk bertahan, berinteraksi, & membentuk jaringan.

Namun sejarah seperti itu tidak seksi dalam dunia arsitektur politik. Tidak ada monumen yg dapat dibangun atas nama “perdagangan rempah lokal” atau “konsensus adat.” Tapi Majapahit menawarkan cerita besar, & seperti semua cerita besar, ia berguna untuk membenarkan sentralisme, militerisme, & romantisme nasional. Tak heran bila Orde Baru menjadikan Gajah Mada sebagai simbol disiplin & integrasi. Tapi sejarawan yg baik tahu bahwa ketika mitos dipelihara oleh tentara, maka ia bukan lagi narasi, melainkan senjata.

Untuk itu, kita perlu menulis ulang sejarah nasional sebagai sejarah konektivitas, bukan dominasi. Bukan siapa yg menaklukkan siapa, tetapi siapa yg berinteraksi dengan siapa. Sejarah bukanlah silsilah raja-raja, tetapi jaringan makna yg dibentuk oleh bahasa, perdagangan, agama, & perlawanan. Maka alih-alih menjadikan Majapahit sebagai pusat, mengapa tidak menjadikan lautan sebagai ruang utama sejarah Indonesia? Bukankah kita adalah bangsa pelaut, sebagaimana dicemooh oleh penjajah yg takut pada kapal-kapal kecil?

Tentu, ide ini akan ditolak oleh para penjaga kesucian sejarah nasional. Mereka akan bertanya: kalau tidak Majapahit, lalu apa? Ini adalah pertanyaan yg menunjukkan kemalasan berpikir. Karena dalam sejarah, tidak perlu satu pusat. Kita dapat memiliki banyak narasi, banyak sumbu, bahkan banyak Indonesia. Sejarah tidak harus seperti peta ibukota, tetapi dapat seperti gugusan pulau yg tidak mengklaim pusat.

Dalam kerangka ini, Majapahit tetap dapat hadir, tetapi tidak sebagai aktor tunggal. Ia adalah salah satu suara dalam orkestra sejarah, bukan konduktor. Ia dapat dikritik karena ekspansinya, dipertanyakan karena bukti arkeologinya, & bahkan ditertawakan karena klaim-klaim yg lebih cocok sebagai sinetron kerajaan. Humor adalah cara terbaik untuk menjinakkan mitos, & dalam hal ini, satire dapat jadi metode historiografi yg membebaskan.

Bayangkan bila buku sejarah kita menulis: “Pada zaman ke-14, sebuah kerajaan bernama Majapahit muncul di Jawa Timur. Ia mengklaim wilayah yg tidak pernah ia kunjungi, menaklukkan pulau-pulau yg tidak tahu bahwa mereka sedang ditaklukkan, & di kemudian hari, dijadikan pahlawan nasional oleh orang-orang yg hidup enam zaman kemudian.” Tentu, akan ada yg marah. Tapi mungkin, untuk perdana kalinya, sejarah akan terasa jujur.

Indonesia tanpa Majapahit bukanlah Indonesia tanpa sejarah. Ia adalah Indonesia yg berani mengakui bahwa masa lalu bukanlah sebuah jalan tol yg menuju satu arah. Ia adalah jaringan jalan tikus, pelabuhan-pelabuhan sunyi, & kesepakatan-kesepakatan lokal yg lebih nyata dari semua ukiran di relief candi. Ia adalah sejarah yg ditulis bukan untuk menyatukan, tetapi untuk memahami.

Dan kalau nanti ada yg berkata: “Tapi Majapahit adalah kebanggaan kita,” maka jawabannya sederhana. Kebanggaan tidak harus dibangun di atas mitos imperium. Ia dapat dibangun dari keragaman, dari kekacauan yg kreatif, dari sejarah-sejarah kecil yg tidak pernah dimasukkan dalam ujian nasional. Karena bangsa yg akbar bukanlah bangsa yg punya satu cerita, tetapi bangsa yg berani mendengarkan cerita-cerita yg selama ini dibungkam.

Jadi, mari menulis Indonesia tanpa Majapahit. Bukan karena kita benci, tetapi karena kita sayang pada kemungkinan lain yg lebih jujur, lebih egaliter, & lebih manusiawi. Lagipula, kerajaan akbar pun suatu hari dapat pensiun. Kenapa tidak biarkan Majapahit beristirahat dengan tenang, tanpa harus terus diseret ke ruang kelas & pentas upacara?

wgnewss.com adalah segala laporan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta, yang menarik perhatian dan penting untuk disampaikan atau dimuat dalam media massa agar diketahui atau menjadi kesadaran umum.

  1. https://paste.beba.st/
  2. https://shortlyfi.com/
  3. https://socialprooff.com/
  4. https://twitemedia.com/
  5. https://gametendangbola.com/
  6. https://kringtube.com/
  7. https://allgamerandom.com/
  8. https://qrgenerator1.com/
  9. https://multitoolspro.com/
  10. https://newstreetjob.com/
  11. https://bignewss.com/
  12. https://batam.co.id/
  13. https://wgnewss.com/
  14. https://kalilinux.info/
  15. https://wiblinks.com/
  16. https://magictoolsthemes.com/
  17. https://sunting.id/
  18. https://wagam.net/
  19. https://www.billspennsyphotos.com/
  20. layarkaca21
  21. mulia77
  22. maxwin25
  23. slot25
  24. https://slot25.it.com/
  25. slot ngacir
  26. lk21
  27. http://conciliacion-metrowifi.etapa.net.ec/
  28. https://nokephub.com/