Membicarakan Kematian Ra Kartini yg Janggal
Soal Ra Kartini sebagai “Alat” Pemerintah Kolonial : Bahwa fakta nya Memang benar Belanda mempromosikan Kartini sebagai simbol kemajuan perempuan pribumi, khususnya melalui surat-suratnya (_Habis Gelap Terbitlah Terang_). Namun, ini masih sulit untuk membuktikan bahwa pemerintah Kolonial mempunyai tujuan untuk meredam perlawanan.
Hal ini juga berkaitan dengan konteks Politik pada kala itu. Yang mana Pada awal zaman ke-20, pemerintah Kolonial Belanda sedang gencar gencarnya dalam mengerjakan _Politik Etis_ (Balas Budi) untuk memperbaiki citra kolonialisme. Oleh karena itu Memunculkan Ra Kartini dapat jadi bagian dari upaya “pembaruan” tersebut, kendati tidak secara langsung dapat untuk membunuh atau meredam perlawanan, karena perlawanan bersenjata (seperti Diponegoro, Aceh, dll) sudah mereda saat itu.
alasan berikutnya adalah Ada begitu banyak pejuang perempuan lain (seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, atau Roehana Koeddoes) yg lebih radikal, tetapi Kartini dipilih karena pemikirannya dianggap “moderat” & mudah diterima oleh Belanda.
Sementara untuk Dugaan Racun dalam Kematian Kartini memang tidak Ada Bukti Medis. Sebab pada masa itu pakar forensik belum ada yg sebaik sekarang. sehingga hal itu yg menghambat bukti bukti fakta untuk dapat ditemukan
Kematian Ra Kartini setelah melahirkan (1904) memang agak mencurigakan karena tidak ada catatan penyakit spesifik. Namun, pada masa itu, kematian ibu melahirkan sangat biasa akibat infeksi atau perdarahan di karenakan (belum ada antibiotik atau fasilitas memadai).
Mengenai konspirasi Racun hingga saat ini lebih bersifat spekulatif. Sebab Tidak ada dokumen sejarah atau kesaksian keluarga yg mendukung dugaan ini. Jika pun ada motif politik, Belanda lebih mungkin “mengabaikan” perawatan Kartini daripada aktif meracuninya.
Kartini sebagai Simbol Pemerintah kolonial mungkin memanfaatkan citra Kartini untuk propaganda, tetapi itu tidak mengurangi nilai perjuangannya. Pemikirannya tentang pendidikan perempuan tetaplah progresif untuk zamannya. Kematiannya memang mencurigakan, tetapi Tidak Terbukti, Ketiadaan bukti kuat menciptakan klaim keracunan sulit dipertahankan secara akademis.
Klaim bahwa kematian R.A. Kartini pada dasarnya adalah sebuah hipotesis yg sangat kuat, cuma saja dalam kajian sejarah, tanpa bukti konkret, klaim seperti ini tetap bersifat spekulatif. Mari kita analisis lebih dalam
Yang perdana mengenai Kemungkinan adanya Motif Politik. Jika benar ada pihak yg harap “menghilangkan” Ra Kartini, siapa pelaku yg paling mungkin?
A. Pemerintah Kolonial Belanda
– Kartini adalah sosok yg teramat kritis kepada feodalisme Jawa & kolonialisme, tetapi surat-suratnya tidak secara terang-terangan mengajak pemberontakan.
– Justru, Belanda mendapat keuntungan dari mempromosikannya sebagai simbol “perempuan terdidik yg bersahabat dengan kolonial”.
– Jika Belanda harap membungkamnya, lebih mudah membatasi pergerakannya daripada membunuhnya yg dapat menimbulkan kecurigaan.
– kalau dugaan pada Kaum Konservatif Jawa. Beberapa bangsawan Jawa mungkin tidak suka dengan pemikiran progresif Kartini tentang pendidikan perempuan. Namun, tidak ada catatan tentang ancaman kepada nyawanya sebelum kematiannya.
B. Kondisi Kematian yg Misterius
– Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan yaitu pada (17 September 1904) dengan gejala penyakit yg tidak nampak jelas.
– Pada masa itu, infeksi postpartum (sepsis) adalah penyebab biasa kematian ibu melahirkan, tetapi karena tidak ada autopsi, penyebab pastinya tidak dapat tercatat.
– Racun? Beberapa racun seperti arsenik dapat menimbulkan gejala mirip infeksi (muntah, diare, demam), tetapi tanpa bukti seperti kesaksian orang dalam atau jejak racun, klaim ini sulit dibuktikan.
C. Jika Konspirasi atau Kelalaian Medis?
– Jika ada konspirasi pembunuhan, pelaku harus punya akses ke Kartini di masa nifas (periode setelah melahirkan). Siapa yg punya kesempatan? Dokter, bidan, atau pelayan?
– Ataukah sekadar kelalaian medis? Fasilitas kesehatan di Rembang (tempat Kartini melahirkan) pada 1904 sangat terbatas. Infeksi dapat terjadi karena peralatan tidak steril atau penanganan yg kurang tepat.
D. Mengapa Teori Konspirasi Ini Muncul?
– Kartini adalah simbol perlawanan halus, jadi wajar kalau ada yg curiga kematiannya tidak wajar.
– Sejarah kolonial penuh dengan pembunuhan politik, seperti kasus pangeran Diponegoro yg diracun di pengasingan, atau tokoh-tokoh lain yg “diamankan” Belanda.
– Namun, berbeda dengan Kartini: Tidak ada dokumen atau surat yg mengindikasikan ancaman kepada dirinya sebelum kematian.
Jadi Kesimpulannya
– Tidak ada bukti kuat bahwa Kartini diracun, tetapi kondisi kematiannya memang menimbulkan pertanyaan.
– Mungkin saja ada kelalaian medis atau bahkan pembunuhan terselubung, tetapi tanpa bukti forensik atau dokumen sejarah yg mengarah ke sana, klaim ini tetap spekulatif. Yang jelas, warisan pemikiran Kartini justru semakin kuat setelah kematiannya, karena surat-suratnya diterbitkan & jadi inspirasi gerakan emansipasi.