Jandaku yg baru dua tahun berumah tangga,
Sore itu, semua berubah. Dunia Sinta seakan berhenti berputar. Dokter bilang Budi tidak dapat diselamatkan. Kecelakaan. Sebuah truk yg remnya blong menabrak motor yg dikendarai Budi. Sinta merasa dunianya hancur. Kopi dengan aroma jahe, tawa di rumah, semua jadi kenangan yg menyakitkan.
Hari-hari selanjutnya adalah kabut. Sinta menjalani hari tanpa semangat. Ia melihat cangkir kopi Budi yg masih di tempatnya, menatap foto perkawinan mereka yg terpajang di dinding, & air matanya sering jatuh tanpa dapat ditahan. Ia merasa hidupnya kosong, terlalu cepat kehilangan kebahagiaan yg baru ia rasakan.
Suatu malam, Sinta duduk di teras. Langit bertabur bintang. Sinta teringat Budi. “Tuhan, kenapa secepat ini?” bisiknya pelan.
Angin malam berhembus, mengusap paras Sinta. Tiba-tiba, ia melihat sebuah catatan kecil yg Budi selipkan di dalam buku harian miliknya. Catatan itu bertuliskan, “Sinta, senyummu adalah mentari yg menghangatkan duniaku. Tetaplah tersenyum, ya.”
Air mata Sinta kembali jatuh, tetapi kali ini terasa berbeda. Ada kehangatan. Ia menyadari, Budi mungkin sudah tidak di sisinya, tetapi sayang Budi akan sering ada. Catatan itu, kenangan-kenangan kecil itu, adalah bukti bahwa ia pernah disayangi dengan sangat tulus.
Sinta bangkit, mengusap air matanya. Ia sadar, Budi tidak harap ia larut dalam kesedihan. Ia harap Sinta kembali tersenyum, kembali jadi mentari seperti yg Budi tulis.
Mulai hari itu, Sinta tidak lagi menyimpan kopi Budi. Ia mulai menyeduh kopi untuk dirinya sendiri, & menambahkan sedikit jahe, mengenang Budi. Ia mulai menyiram kembang dengan senyum, & setiap kali ia melihat foto perkawinan mereka, ia tidak lagi menangis, melainkan tersenyum, mengenang dua tahun yg penuh kebahagiaan.
Sinta memang janda. Tapi ia bukan lagi janda yg larut dalam kesedihan. Ia adalah janda yg menyimpan sayang suaminya di dalam hatinya, & menjadikannya kekuatan untuk terus melangkah. Karena sayang sejati, tidak akan pernah mati.