Jam Dinding di Toko Antik
Di tengah kota tua yg mulai ditinggalkan oleh hiruk pikuk zaman, berdiri sebuah toko antik bernama Waktu Lama. Toko itu kecil, tertutup debu, & cuma buka saat pemiliknyaseorang pria tua bernama Pak Raufmau membukanya. Tidak ada jam buka tetap. Kadang buka pagi, kadang siang, kadang tak buka sama sekali selama berminggu-minggu. Tapi anehnya, toko itu sering ada saja yg datang, seperti magnet bagi mereka yg mencari sesuatu yg tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Di dalam toko itu, berjejerlah benda-benda dari masa lalu: mesin tik, radio tabung, telepon putar, & yg paling mencolokpuluhan jam dinding tua menggantung di setiap sudut ruangan. Semuanya mati. Tidak ada yg berdetak.
Suatu sore, seorang pemuda bernama Ilham masuk ke toko itu. Ia sedang mencari barang unik untuk hiasan kafenya yg akan segera dibuka. Matanya tertuju pada sebuah jam dinding kayu berbingkai emas kusam, tergantung di pojok ruangan paling gelap. Jam itu besar, dengan angka romawi & jarum panjang yg seolah menunjuk ke masa lampau.
Apa ini masih dapat jalan? tanya Ilham, menunjuk jam itu.
Pak Rauf tidak menjawab. Ia cuma tersenyum tipis, lalu mengangguk perlahan.
Jam itu… cuma berdetak untuk orang yg punya kenangan yg hilang, katanya samar.
Ilham tertawa kecil, menganggap itu cuma bagian dari cara jualan orang tua aneh. Ia membayar jam itu & membawanya pulang.
Malam harinya, Ilham menggantung jam itu di dinding kafe barunya yg masih kosong. Saat ia selesai memaku & melangkah mundur, jam itu berdetik. Pelan. Nyaris tak terdengar.
Ilham terdiam. Ia menyentuh permukaan kaca jam itu. Saat jarinya menyentuh, bayangan samar muncul di kacaseorang anak kecil yg berlari di taman, dikejar seorang wanita muda sambil tertawa.
Ilham terperanjat. Ia kenal paras itu.
Itu dirinya. Dan itu ibunya.
Ilham tak pernah melihat ibunya sejak usia lima tahun. Ia cuma tahu bahwa ibunya meninggalkannya & ayahnya tanpa penjelasan. Ayahnya sering menutup cerita itu rapat-rapat.
Keesokan harinya, Ilham kembali ke toko Waktu Lama. Ia mencari Pak Rauf untuk menanyakan lebih lanjut soal jam itu. Tapi toko itu tertutup rapat. Di kaca pintu tergantung secarik kertas:
“Toko tutup sementara. Waktu sedang mengatur ulang dirinya.”
Ilham pulang & mencoba tidur, tetapi malam itu mimpi-mimpinya dipenuhi oleh potongan kenangan: suara ibu membacakan dongeng, aroma bubur ayam buatan sendiri, suara langkah kecil di koridor rumah. Semua terasa nyata. Semua terasa seperti kembali.
Setiap kali jam itu berdetak, Ilham merasa ada bagian dirinya yg kembali disusun. Kenangan-kenangan kecil yg selama ini hilang seperti sedang dikembalikan, perlahan.
Tapi semakin sering jam itu berdetak, semakin aneh pula kejadian di sekitarnya. Lampu di kafe berkedip, tamu melihat sosok wanita yg duduk diam di pojokan, & sekali waktu, seorang anak kecil masuk ke kafe & berkata, Bu Guru titip salam. Dia kangen kamu.
Ilham tak pernah cerita soal Bu Guru kepada siapa pun. Itu panggilannya untuk ibunya yg juga mengajar di TK dulu.
Akhirnya, ia memutuskan untuk membuka bagian belakang jam itu. Di dalamnya, ia menemukan potongan surat yg ditulis tangan:
Untuk Ilham kecilku, maaf kalau saya harus pergi. Dunia orang dewasa tak sering dapat menjelaskan keputusan mereka. Tapi ingat, Ibu sering menyayangimu, setiap waktu, setiap detik.
Air mata Ilham jatuh, & jam itu berhenti berdetak. Tapi kini ia merasa lebih utuh.
Beberapa hari kemudian, Ilham kembali ke toko antik. Kali ini toko itu terbuka. Tapi Pak Rauf tak ada. Di balik meja cuma ada sebuah catatan:
Jika waktu mengembalikan sesuatu untukmu, jagalah baik-baik. Tak semua orang beruntung dapat berdamai dengan masa lalu.
Ilham menatap jam itu di dinding kafenya setiap hari. Jam itu tak lagi berdetak. Tapi ia tahu, waktu sudah menyelesaikan tugasnya.