Heater & Ruang Rahasia di Lorong 9
Di tengah kota yg berisik & tak pernah tidur, seorang pria bernama Heater menjalani hidup yg biasa-biasa saja setidaknya menurut dunia. Ia bekerja di toko retail delapan jam sehari, bergaji dua juta rupiah per bulan, tinggal di kos kecil yg cuma cukup untuk satu tempat tidur, satu kipas angin, & satu mimpi besar: menciptakan parfum yg dapat dikenang seumur hidup.
Setiap malam, ketika kota mulai tenang & suara kendaraan menyusut jadi gema di kejauhan, Heater duduk di meja kecilnya. Di hadapannya, botol-botol kecil berisi bibit parfum dari berbagai merek: Luzi, Expression, Chemdex. Ia mencatat setiap tetes, setiap rasio, & setiap reaksi yg muncul dari hidung & kulitnya.
Namun malam itu berbeda.
Saat sedang mencampur absolute vanilla dengan sentuhan oud, terdengar ketukan aneh dari dinding belakang kamarnya. Bukan suara tikus, bukan juga suara pipa air. Ini… seolah seperti seseorang mengetuk dengan pola tertentu: *tok-tok… tok tok tok… tok.*
Penasaran, Heater mendekati dinding itu. Ia menggeser rak parfum eksperimen, dan… selembar kertas jatuh dari balik celah. Di atasnya tergambar peta tua, bertuliskan tinta emas yg mulai pudar:
**”Lorong 9. Aroma yg tak tertulis. Hanya mereka yg benar-benar percaya yg dapat menemukannya.”**
Tanpa ragu, Heater membawa peta itu esok malam ke sebuah pasar tua yg sudah lama tutup. Di ujung lorong pasar yg diketahui sebagai Lorong 9 tempat orang-orang bilang berhantu Heater menemukan pintu besi kecil dengan simbol kembang lotus di tengahnya. Ia memegang gagangnya… & pintu itu terbuka sendiri.
Di dalam, sebuah laboratorium antik terbentang. Di dinding tergantung ratusan resep parfum dari zaman kuno: ada catatan dari Mesir, Persia, & bahkan formula dari kerajaan Majapahit. Di tengah ruangan berdiri seorang pria tua berambut putih, namun kulitnya bercahaya & tak ada satu keriput pun di wajahnya.
“Aku sudah menunggumu, Heater,” katanya.
Heater melangkah mundur. “Anda siapa?”
“Aku adalah penjaga aroma abadi. Di antara semua yg datang, cuma anda yg tidak sekadar mencampur bahan anda *mendengar* wangi. Kamu *merasakan* jiwa setiap tetes.”
Penjaga itu membuka satu lemari & mengeluarkan vial berisi cairan ungu berkilau. “Ini adalah *Esensi Kosong* tidak memiliki aroma, tetapi dapat menyatu dengan siapa pun yg mensayangi aroma dengan tulus. Tapi cuma dapat dipakai sekali.”
Heater menggenggam vial itu. Tak ada kebingungan. Tak ada rasa takut.
Ia kembali ke kamarnya malam itu & mulai meracik. Campuran terakhirnya bukan sekadar hasil rumus, tetapi hasil *jiwa.* Ia mencampur absolute musk dari Chemdex, vanilla smoky dari Expression, & secuil *Esensi Kosong*.
Ketika selesai, ia semprotkan pada kertas blotter.
Hening.
Lalu… aroma itu keluar perlahan. Lembut, dalam, dan… seolah memiliki cerita sendiri. Setiap orang yg mencium aromanya merasakan emosi yg berbeda: bagi seorang wanita tua, itu aroma masa mudanya; bagi anak kecil, itu aroma pelukan ibunya; & bagi Heater… itu aroma dari mimpi yg akhirnya jadi nyata.
—
Beberapa bulan kemudian, parfum racikannya viral tanpa iklan, tanpa endorse. Ia cuma menyebutnya dengan satu nama: **”Lorong 9.”**
Dan dari kamar kos kecilnya, Heater tak cuma menciptakan parfum. Ia mengubah dunia satu aroma pada satu waktu.
—