GUBUK DI UJUNG DANAU
Ada sebuah danau yg tidak tercantum di peta manapun. Letaknya tersembunyi di balik hutan pinus, jauh dari desa terdekat. Dan di ujung danau itu, berdiri sebuah gubuk kayu tua yg tampak nyaris runtuh. Orang-orang menyebutnya **Gubuk Ratna**, karena konon dulunya dihuni oleh seorang wanita bernama Ratna yg menghilang secara misterius puluhan tahun lalu.
Tak ada yg berani mendekat. Anak-anak desa dilarang bermain ke arah danau. Para orang tua cuma mengatakan bahwa tempat itu angker, meski tak pernah benar-benar menjelaskan mengapa. Namun larangan seringkali justru membangkitkan rasa harap tahu. Dan di sinilah kisah ini dimulai.
—
Namaku **Jaya**, saya siswa kelas 11 SMA. Aku & dua sahabatku Genta & Mira memutuskan menjelajah hutan untuk mencari danau itu. Kami adalah pesayang kisah misteri, penggemar segala hal berbau teka-teki. Kami tidak percaya hantu, tetapi percaya bahwa setiap tempat menyimpan cerita.
Perjalanan ke danau butuh waktu tiga jam jalan kaki dari desa, melewati pohon-pohon tinggi & tanah lembab yg sunyi. Kami berangkat pagi hari, membawa bekal secukupnya & senter kecil. Ketika akhirnya kami tiba di tepi danau, suasananya begitu sunyi hingga kami dapat mendengar suara napas sendiri. Airnya begitu tenang, seolah tak pernah disentuh angin.
Dan di sana seperti yg dikabarkan berdiri sebuah gubuk. Kayu-kayunya lapuk, atapnya berlubang, namun tetap berdiri kokoh. Kami saling berpandangan, lalu mendekat.
Begitu kami membuka pintu gubuk, kami terkejut.
Bukan karena ada hantu. Tapi karena **semuanya bersih & terawat**. Lantai kayu bersih dari debu, jendela tidak berjamur, & ada secangkir teh hangat di atas meja kecil. Seolah-olah seseorang baru saja pergi & akan kembali dalam hitungan menit.
Kami mulai mengelilingi ruangan. Di dinding tergantung lukisan seorang wanita muda mengenakan kebaya hijau mungkin itulah Ratna. Di rak, ada ratusan buku tua. Dan di bawah meja, saya menemukan **sebuah buku harian**.
Isinya mengejutkan.
—
**23 Februari 1978**
Hari ini danau terlihat lebih tenang dari biasanya. Aku merasa damai di sini. Tak ada kota, tak ada kebisingan. Hanya saya & alam.
**10 Maret 1978**
Mereka mencariku. Aku tahu. Tapi saya letih jadi istri dari pria yg tak mensayangiku. Gubuk ini memberiku kebebasan. Jika kau membaca ini, siapa pun kau, jaga tempat ini seperti saya menjaganya.
**1 Desember 1980**
Mereka berhenti mencariku. Aku bukan hantu. Aku cuma wanita yg harap hidup dengan caraku.
—
Kami membaca setiap halaman dengan napas tertahan. Semakin jauh, isi buku harian berubah tidak lagi cuma kisah kesunyian, tetapi petunjuk-petunjuk aneh.
—
**15 Juni 1985**
Aku melihat diriku sendiri. Di seberang danau. Tapi itu bukan aku. Ia lebih muda. Ia tersenyum padaku. Dan menghilang.
**7 Juli 1987**
Gubuk ini… menyimpan waktu. Aku tak menua. Aku tak berubah. Setiap hari terasa seperti seminggu, seminggu seperti sehari. Aku takut.
—
Kami berhenti membaca. Hari sudah mulai gelap, & udara jadi lebih dharap. Tapi sebelum pergi, kami menyadari satu hal: **teh di meja itu masih hangat.**
Kami berlari keluar. Senter kami berkedip, lalu mati. Saat kami berbalik untuk melihat gubuk itu lagi **gubuk itu sudah tidak ada.**
Hanya danau. Dan kabut.
—
Kami kembali ke desa dengan tubuh gemetar & hati penuh tanya. Tak ada yg percaya cerita kami. Tapi kami bertiga tahu apa yg kami lihat, & kami menyimpan rahasia itu selama bertahun-tahun.
Kini saya menulis cerita ini di usia 35 tahun. Mira tinggal di luar negeri, Genta jadi dosen. Tapi kami bertiga masih menyimpan **buku harian Ratna**, yg secara aneh sering kembali ke laci meja kerjaku meskipun sudah dibuang berkali-kali.
Dan setiap ulang tahunku, saya melihat pantulan diriku di cermin. Tapi terkadang cuma sesekali saya merasa itu bukan aku. Ia tersenyum lebih dulu. Dan menghilang.
—