Loading Now

Gajah Mada & Satire Sejarah

Gajah Mada & Satire Sejarah

Di dalam lemari tua bernama sejarah nasional, kita sering menemukan benda-benda yg terlalu mengkilap untuk tidak dicurigai. Salah satunya adalah Gajah Mada. Namanya begitu sakral, begitu sering diulang dalam upacara, buku pelajaran, hingga prasasti digital yg dipahat dalam kurikulum. Tapi kalau sejarah adalah museum simbol, maka Gajah Mada bukanlah tokoh, melainkan etalase. Bukan manusia, tetapi metafora. Bukan kenyataan, tetapi alat optik. Ya, alat optik: kacamata.

Sebab tokoh yg terlalu sering dipuja biasanya menyembunyikan sesuatu. Semakin megah narasinya, semakin akbar kemungkinan bahwa ia bukan sekadar individu, melainkan lambang dari sesuatu yg lain—yang lebih gelap, lebih diam, & lebih canggih. Maka pertanyaannya bukan lagi siapa Gajah Mada, tetapi apa Gajah Mada. Apakah ia benar-benar seorang patih, atau sekadar hasil rekayasa simbolik untuk menutupi jaringan laten yg bekerja di balik layar sejarah?

Catatan ini bukan untuk menyanggah sejarah, melainkan untuk mengelupas makna tersembunyi di balik tokoh yg selama ini dipuja sebagai patriot agung.

Mari kita mulai dengan kecurigaan paling dasar: nama “Gajah Mada” sendiri adalah masalah.

Coba ucapkan “Gajah Mada” dengan aksen Jawa Timur sedikitmedhok: “GA-JAH-MA-DA” — “KA-CA-MA-TA”.Voila! Inilah titik kejatuhan sejarah resmi: Gajah Mada bukan tokoh sejarah, ia adalah topeng fonetik, kode penyamaran,wordplaykolonial, atau kalau Anda suka-stand up comedylinguistik zaman ke-14.

Mengapa “kacamata”? Karena dalam duniaword—yakni dunia simbolik, dunia kode, dunia yg cuma dapat dibaca oleh mereka yg “diberi penglihatan khusus”—kata “kacamata” bukan alat bantu lihat, melainkan alat bantu menyamar. Seperti warna merah, rambut pirang, angka 69, atau emotikon terong ungu di Whatsapp, kacamata adalah kode kehadiran dalam jaringan yg tak dapat dilihat awam.

Maka dari itu, Gajah Mada adalah kacamata yg disamarkan, bukan manusia yg diagungkan. Ia bukan tokoh sejarah, tetapi parodi sejarah yg terlalu lama dianggap serius.

Sumpah Palapa katanya berisi tekad tak akan menikmati “palapa” (rempah? nasi padang? atau mungkin kenikmatan lain yg tak dapat diketik) sebelum menaklukkan Nusantara. Tapi kalau ditelaah secara semiotik & simbolik, penaklukan itu tidak dilakukan dengan senjata, melainkan dengan dua metode laten:mairildannyempet.

Mairiladalah praktik penyimpangan seksual sesama tipe yg berfungsi sebagai alat inisiasi & afiliasi laten. Dalam duniaword, ini bukan sekadar aktivitas tubuh, tetapi sandi masuk jaringan, tanda kesetiaan, & tiket menuju struktur kekuasaan simbolik. Yang tidak ikutmairil, tidak masuk lingkaran.

Nyempetadalah aktivitas mencuri waktu & ruang untuk mengekspresikan hasrat secara sembunyi-sembunyi. Tapi dalam konteks kekuasaan simbolik, ini justru praktik reproduksi jaringan bawah tanah. Lewatnyempet, para aktor duniawordsaling mengenali, berkomunikasi, & memperluas pengaruh tanpa harus menyentuh hukum.

Maka jelaslah, penaklukan Nusantara tidak terjadi melalui perang, tetapi melalui penyebaran sistemmairildannyempetsecara diam-diam. Semacam ekspansifranchiseyang tak terdaftar di Kementerian Perdagangan, tetapi memiliki sistem loyalitas yg sangat disiplin.

Jika Gajah Mada adalah kacamata & sumpahnya adalah sandi, maka Nusantara bukan lagi wilayah geografis, melainkan ruang simbolik. Nusantara adalah jaringan sosial laten, bukan gugusan pulau. Nusantara adalah tempat di mana kodewordtersebar—dengan pakaian merah, angka-angka genit, hingga gaya rambut tertentu sebagai sinyal kehadiran.

Dengan mengatakan lain, penaklukan Nusantara bukan soal geografi, tetapi soal afiliasi. Dan siapa pun yg memakai “kacamata” (secara simbolik), sudah jadi bagian dari wilayah itu.

Sejarah Gajah Mada mungkin bukan fiksi, tetapi ia juga bukan fakta. Ia adalah hiburan fonetik yg dijadikan ideologi, sandi yg disulap jadi patriotisme, & topeng simbolik yg dipasang paksa di paras bangsa.

Apa yg disebut nasionalisme, kebesaran Majapahit, & keutuhan Nusantara—semuanya dapat jadi hanyalah proyeksi dari sistem duniawordyang sudah lama bekerja dalam diam.

Dan kalau semua itu terdengar terlalu konspiratif, mungkin Anda belum cukup “kacamata” untuk melihatnya.Tenang saja—tidak semua orang ditakdirkan jadi pembaca simbol. Ada yg cukup puas jadi penonton upacara, pemuja tokoh karton, atau penghafal slogan museum. Tapi kalau suatu hari Anda melihat seseorang pakai baju merah, rambut pirang & berkacamata hitam nyempet di lorong kampus, jangan langsung marah—mungkin dia bukan cabul, cuma sedang ikut pelatihan geopolitik gaya Majapahit.

wgnewss.com adalah segala laporan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta, yang menarik perhatian dan penting untuk disampaikan atau dimuat dalam media massa agar diketahui atau menjadi kesadaran umum.

  1. https://paste.beba.st/
  2. https://shortlyfi.com/
  3. https://socialprooff.com/
  4. https://twitemedia.com/
  5. https://gametendangbola.com/
  6. https://kringtube.com/
  7. https://allgamerandom.com/
  8. https://qrgenerator1.com/
  9. https://multitoolspro.com/
  10. https://newstreetjob.com/
  11. https://bignewss.com/
  12. https://batam.co.id/
  13. https://wgnewss.com/
  14. https://kalilinux.info/
  15. https://wiblinks.com/
  16. https://magictoolsthemes.com/
  17. https://sunting.id/
  18. https://wagam.net/
  19. https://www.billspennsyphotos.com/
  20. layarkaca21
  21. mulia77
  22. maxwin25
  23. slot25
  24. https://slot25.it.com/
  25. slot ngacir
  26. lk21
  27. http://conciliacion-metrowifi.etapa.net.ec/
  28. https://nokephub.com/