Fakta Pahit di Balik Layar: Alasan Orang Ngoyo Pengen Jadi DPR, Kades, & Pejabat
Kalau jadi pejabat cuma demi melayani rakyat, harusnya gak rebutan kan?
Zaman sekarang, banyak orang yg rela jungkir balik demi dapat duduk di kursi empuk pemerintahan. Entah itu DPR, kepala desa, lurah, bupati, atau apapun itu namanya. Pokoknya yg ada “jabatannya”. Tapi pernah gak sih lo mikir, sebenernya ada apa sih di balik kursi itu sampe banyak orang ngoyo banget kayak rebutan nasi padang gratis?
Nah, mari kita bongkar bareng-bareng. Santai aja bacanya, tetapi siap-siap ngelus dada (ngelus ya bukan yg lain).
1. Jabatan Itu Investasi, Bukan Sekedar Pengabdian
Kalo lo pikir orang nyalon karena “panggilan hati buat rakyat”, mungkin lo perlu buka mata sedikit lebih lebar. Banyak banget yg nyalon itu karena ngeliat jabatan sebagai INVESTASI. Ya, kayak beli ruko buat disewain, bedanya ini beli suara biar dapat “balik modal” nanti.
Orang dapat jual sawah, ngutang sana-sini, bahkan gadaiin rumah buat dapat kampanye. Bukan buat muluk-muluk, tetapi karena dia yakin, “Nanti balik kok… Bahkan dapat lebih.”
“Ngabdi iya, tetapi sambil narik ROI.”
2. Tunjangan Lebih Menarik dari Gaji Pokok
Gaji DPR katanya cuma sekitar 4 jutaan per bulan. Tapi total yg dibawa pulang dapat 60-80 juta, bahkan lebih. Dari mana? Tunjangan, uang sidang, dana reses, & bonus-bonus tak kasat mata (alias uang ghoip).
Jadi jangan heran kalo pejabat lo liat jalan-jalan ke luar negeri, bawa mobil mewah, atau punya rumah kayak villa. Bukan sulap, bukan sihir, tetapi tunjangan negara + celah sistem yg fleksibel.
“Yang penting laporan beres, masalah moral belakangan (itu disebut survivel life).”
3. Politik Uang Masih Subur Kayak Sawah Habis Hujan
Banyak yg masih mikir, “daripada janji-janji, mending dikasih amplop langsung.” Yaudah, jadilah politik amplop jalan terus. Dari caleg sampe calon kepala desa, semua main budget buat dapetin suara.
Masalahnya? Setelah duduk, ya harus balik modal dong. Mulai deh muncul proyek fiktif, anggaran dinaik-naikin, & pengadaan yg fungsinya cuma formalitas.
“Rakyat dikasih beras 2kg, trus dikorupnya miliaran. Ngeri-ngeri sedap.”
4. Koneksi Mengalahkan Kompetensi
Di negara ideal, yg pinter & berintegritas mestinya jadi pemimpin. Tapi di negara +62 ini, yg punya KONEKSI sering menang duluan. Anak pejabat, keluarga mantan pejabat, atau temennya orang kuat lebih punya peluang.
Bahkan kadang orang-orang yg baru belajar tanda tangan pun dapat duduk di kursi legislatif asal ada “orang dalam”.
“IQ 80 tetapi punya relasi, masih lebih cepat naik dibanding yg IPK 3.8.” (dunia ini memang berlajan seperti itu bro, itu yg disebut cara kerja dunia)
5. Jabatan = Kekuasaan = Proteksi
Jadi pejabat tuh semacam jubah sakti. Lo dapat kebal dari hukum. Kalo kena kasus, dapat bilang: “Saya korban politik.” Atau paling parah: “Itu editan.”
Makanya jabatan jadi rebutan, bukan karena tugasnya mulia, tetapi karena dapat jadi pelindung dari dunia luar yg kejam(itudisebut self defend). Lo dapat atur orang, atur anggaran, & kadang… atur hukum.
“Yang ngatur hukum dapat belokkin hukum. Yang bener dapat jadi salah, yg salah dapat jadi ‘diatur’.”
6. Jabatan Itu Gengsi, Bukan Sekadar Tanggung Jawab
Lo pikir semua orang pengen jadi pemimpin biar dapat bantu rakyat? Enggak, bro. Banyak yg nyalon karena pengen dikenal, dihormatin, masuk koran, & diliat keren di arisan RT.
“Anaknya Pak Lurah tuh.” “Istrinya anggota dewan.”
Pride. Status sosial. Dan, tentu saja, akses ke segala macam hal yg gak dapat didapet kalo lo cuma warga biasa.
“Dulu gak dipandang, sekarang disalami tiap turun mobil.”
7. Dinasti Politik, Jangan Harap Berhenti
Satu periode kelar, langsung estafet. Anak nyalon. Istri nyalon. Saudara ipar ikut daftar. Dinasti politik udah kayak franchise Indomaret. Di mana-mana ada.
Karena apa? Jabatan itu candu. Sekali dapet, susah berhenti. Kayak ngemil keripik pedas, tau-tau habis sekantong.”Rakyat cuma ganti wajah, tetapi sistem tetep itu-itu aja.
” kayak gaji umr , gaji naik tetapi kebutuhan naik, matimatikanya 2+1=1 metode ini yg diterapakan buat gaji pegawai,buruh dll. nominalnya berubah tetapi nilai nya tidak berubah.
8. Rakyat Cuma Jadi Alat, Bukan Tujuan
Pas kampanye, semua dirangkul. Rumah warga didatengin, foto bareng emak-emak sambil nyuapin balita. Tapi pas udah duduk di jabatan?
“Silakan hubungi staf saya ya.”
“Saya ada rapat.”
“Nanti kita agendakan ya.”
“Saya ada rapat.”
“Nanti kita agendakan ya.”
Rakyat cuma jadi tiket masuk. Begitu sampe panggung, lampu sorotnya bukan buat rakyat lagi(yang buat sendirilah). “Yang dulu dipeluk, sekarang bahkan gakdisapa.”
9. Korupsi Itu Hasil, Bukan Penyebab
Kadang kita terlalu sibuk ngehujat orang korupsi, tetapi lupa liat sistem yg bikin mereka jadi kayak begitu. Coba pikirin: kenapa orang yg dulu kita elukan dapat berubah pas pegang jabatan?
Karena korupsi itu bukan cuma masalah uang. Itu bias dari ambisi & keyakinan yg pelan-pelan berubah arah. Mainnya kasar karena moral yg tadinya kuat udah digeser pelan-pelan. Nggak semua koruptor niat dari awal, tetapi ketika sistem mendukung & godaan datang bertubi-tubi, moral yg nggak tahan banting pasti tumbang.
Dan jujur aja, kalo lu ada di posisi mereka, dengan tekanan & kesempatan yg sama, 100 persen lu juga berpotensi korupsi. Mungkin nggak langsung, tetapi dari “numpang bensin”,amplom serangan fajar hingga “tanda terima kecil” yg lama-lama jadi biasa.
gue gak dukung koruptor tetapi gue cukup paham kenapa orang korupsi.
Penutup yg Menohok:
“Jabatan itu titipan, tetapi sering dianggap hak milik.” “Jabatan itu amanah, tetapi dijalani kayak warisan.” “Pemimpin sejati sibuk kerja. Yang palsu sibuk cari cara bertahan.”
Kita udah terlalu sering kecewa. Tapi bukan berarti harus berhenti berharap. Suatu hari nanti, semoga ada pejabat yg gak cuma duduk buat selfie, tetapi benar-benar berdiri buat rakyat.
harusnya judul ini thread kiat-kiat sukses(real) bedanya dengan kiat-kiat sukses tanpa modal yg lalu lalang di internet, mereka ya Cuma omong kosong, mana ada sukses tanpa modal. sukses itu butuh modal ,relasi, keberutungan. Gak ada yg namanya gratisan. salam super..
Kalau lo suka tulisan sebarin saja, geas
Spoiler for sumber:
Quote: