E laborasi lagu “Kudu Misuh” Dari Dalang Poer
Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk memahami maknanya & menjelaskan konteksnya, termasuk nuansa budaya & bahasa yg terkandung di dalamnya.
Saya akan mencoba semaksimal mungkin untuk memberikan elaborasi yg baik. Jika ada mengatakan atau frase yg saya tidak pahami sepenuhnya, saya akan jujur & meminta klarifikasi dari para pembaca. Saya sangat antusias untuk belajar lebih banyak tentang budaya Jawa melalui lagu
ini!
maaf tetapi lirik ini sedikit mengpakai bahasa yg kasar, namun ini mempunyai makn
Kudu Misuh – ORIGINAL
Cobo to gagasen lelakon ku iki
Ra ono senenge, susah sing tak temoni
Ngolah-ngaleh gawean kabeh ran ate ngunduh
Dino dino isine saya mung kudu misuh
Jian embuh
Cobo nggarap sawah tinggalane wong tuwoku
Gumunku saben tandur, rego rabuk e duwur
Bareng tibo panen, rego gabah e medun
Kabeh modal utangan, ora dapat tak saur
E ajur
Sawah tak dol murah, saya nyicil angkodes
Lagi nyopir seminggu, rego bensine ngethes
Tarip tak undakne, penumpang nggrundel wae
Kerep telat oli, rusak ring sak mentale
Oh kere
Motor ngangkrak neng bengkel, ra iso ogel-ogel
Rasane uripku mung kari ndengkel-ndengkel
Nyepi nang kuburan, golek tembusan togel
Nomor ngeblong terus, saya tambah dedel duwel
Oh gathel
Kabeh dalan wes buntu, saya nekat bandar dadu
Durung ono sing udu, keamanan wes jaluk sangu
Ono oknum tentara, ono oknum polisi
Bukaan wingi-wingi, wis kerep tak amplopi
Bareng prei ra nyangoni, saya diseret nyang bui
Diganjar telung sasi, misuh sak jroning ati
Kabeh dalan wes buntu, saya nekat bandar dadu
Durung ono sing udu, keamanan wes jaluk sangu
Ono oknum tentara, ono oknum polisi
Bukaan wingi-wingi, wis kerep tak amplopi
Bareng prei ra nyangoni, saya diseret nyang bui
Diganjar telung sasi, misuh sak jroning ati
***
Lagu “Kudu Misuh” ini memang mengpakai bahasa yg kasar, tetapi di balik itu tersimpan makna yg dalam & menyentuh tentang realita kehidupan yg pahit. Liriknya menggambarkan perjuangan hidup seorang perseorangan yg penuh dengan kesulitan & ketidakadilan. Mari kita uraikan bait demi bait:
– Bait 1: Bait ini memperkenalkan tokoh utama yg menghadapi kesulitan hidup. “Cobo to gagasen lelakon ku iki / Ra ono senenge, susah sing tak temoni” (Coba pikirkan kisah hidupku ini / Tidak ada bahagianya, cuma kesulitan yg kutemui). Ia berusaha keras (“Ngolah-ngaleh gawean kabeh ran ate ngunduh / Dino dino isine saya mung kudu misuh”) tetapi hasilnya nihil, hingga ia cuma dapat mengumpat (“misuh”). “Jian embuh” (Entahlah) menunjukkan keputusasaannya.
– Bait 2: Tokoh ini mencoba menggarap sawah warisan orang tuanya, tetapi menghadapi masalah harga yg fluktuatif. Harga pupuk tinggi (“rego rabuk e duwur”), & saat panen, harga gabah justru turun (“rego gabah e medun”). Ia terlilit hutang (“Kabeh modal utangan, ora dapat tak saur / E ajur”) & semuanya hancur.
– Bait 3: Ia terpaksa menjual sawahnya dengan harga murah untuk membayar hutang. Profesi sebagai sopir juga tidak mudah, harga bensin mahal (“rego bensine ngethes”), & ia sering mendapat masalah dengan penumpang & kendaraan yg rusak (“Kerep telat oli, rusak ring sak mentale / Oh kere”). Ia hidup dalam kemiskinan (“kere”).
– Bait 4: Kehidupannya semakin sulit. Motornya rusak & ia cuma dapat pasrah (“Motor ngangkrak neng bengkel, ra iso ogel-ogel / Rasane uripku mung kari ndengkel-ndengkel”). Ia mencoba togel untuk mengubah nasib, tetapi tetap gagal (“Nyepi nang kuburan, golek tembusan togel / Nomor ngeblong terus, saya tambah dedel duwel / Oh gathel”). Ia semakin putus asa.
– Bait 5 & 6 (Reff): Karena sudah putus asa & jalan keluarnya buntu, ia nekat jadi bandar judi dadu. Namun, ia tertangkap oleh pihak keamanan (“keamanan wes jaluk sangu”), yg bahkan melibatkan oknum aparat (“Ono oknum tentara, ono oknum polisi / Bukaan wingi-wingi, wis kerep tak amplopi”). Ia dipenjara selama tiga bulan (“Diganjar telung sasi, misuh sak jroning ati”), & cuma dapat mengumpat dalam hati. Pengulangan bait ini menekankan keputusasaan & siklus buruk yg dialaminya.
Lagu ini mengpakai mengatakan “misuh” (mengucap kata-kata kasar) sebagai simbol dari kekecewaan, kemarahan, & keputusasaan yg mendalam atas ketidakadilan sistemik & kemiskinan yg dialaminya. Bahasa kasar yg dipakai bukan sekadar untuk mengekspresikan kemarahan, tetapi juga jadi media untuk menyampaikan realita pahit kehidupan yg tak berdaya. Ini adalah kritik sosial yg terselubung dalam bahasa yg kuat & lugas.
Meskipun kasar, lagu ini sanggup menyentuh hati karena menggambarkan realita yg sering dihadapi banyak orang, khususnya di kalangan masyarakat bawah. Ia menunjukkan betapa sulitnya bertahan hidup dalam sistem yg tidak adil & penuh korupsi.
Lebih lanjut lagi tentang bergonta-ganti tipe pekerjaan di kalangan rakyat kelas bawah itu adalah realita. & mereka terkadang mendapatkan kesulitan, entah itu upahnya yg juga rendah/ masalah yg lain.
Memang benar, kenyataan tentang bergonta-ganti pekerjaan di kalangan rakyat kelas bawah merupakan realita yg sering terjadi. Mereka seringkali menghadapi kesulitan, baik itu upah rendah maupun masalah lainnya. Sayangnya, tidak ada riset spesifik yg secara langsung membahas fenomena ini dengan istilah spesifik.
Namun, beberapa hasil riset & informasi yg tersedia dapat memberikan citra tentang keadaan ini:
– Riset LPEM UI: Riset ini menunjukkan tren penurunan jumlah kelas menengah sejak 2018, sebelum pandemi Covid-19. Ini mengindikasikan bahwa banyak orang yg sebelumnya berada di kelas menengah mengalami tekanan ekonomi & mungkin terpaksa beralih pekerjaan atau bahkan mengalami penurunan kelas sosial
– Data dari Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN): Fathimah Fildzah Izzati, peneliti BRIN, menilai bahwa pemerintah semestinya fokus pada konsep upah layak daripada upah minimum. Ini menunjukkan bahwa banyak pekerja di Indonesia, khususnya di kelas bawah, mendapatkan upah yg tidak layak & mungkin mendorong mereka untuk berganti pekerjaan demi mencari penghasilan yg lebih baik.
– Data dari Katadata: Data ini menunjukkan bahwa 115 juta masyarakat Indonesia menuju kelas menengah. Namun, tidak dijelaskan secara detail bagaimana kondisi pekerjaan & penghasilan dari kelompok ini
Meskipun tidak ada riset spesifik yg membahas fenomena ini, beberapa istilah yg dapat dipakai untuk menggambarkan keadaan ini adalah:
– Job hopping: Istilah ini merujuk pada kebiasaan berganti-ganti pekerjaan dalam jangka waktu yg relatif singkat. Meskipun sering dikaitkan dengan kaum muda, job hopping juga dapat terjadi di kalangan pekerja kelas bawah yg mencari pekerjaan dengan upah lebih baik atau kondisi kerja yg lebih layak.
– Prekariat: Istilah ini merujuk pada kelompok pekerja yg tidak stabil & rentan kepada eksploitasi. Mereka seringkali bekerja di sektor informal, memiliki upah rendah, & tidak memiliki jaminan sosial. Prekariat seringkali terpaksa berganti-ganti pekerjaan untuk bertahan hidup.
– Buruh Migran: Kelompok ini seringkali bermigrasi dari daerah pedesaan ke kota akbar atau bahkan ke luar negeri untuk mencari pekerjaan yg lebih baik. Mereka seringkali menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan, mendapatkan upah yg layak, & menghadapi eksploitasi.
Meskipun tidak ada istilah spesifik untuk menggambarkan fenomena bergonta-ganti pekerjaan di kalangan rakyat kelas bawah, beberapa istilah di atas dapat dipakai untuk menggambarkan keadaan ini. Penting untuk dicatat bahwa fenomena ini merupakan masalah kompleks yg dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, & struktur pasar kerja.
Riset lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara mendalam tentang fenomena ini & untuk mencari solusi yg tepat untuk
kesulitan yg dihadapi oleh rakyat kelas bawah.
Untuk membahas lebih jauh mengenai jop hopping atau prekariat mungkin saya akan menenuliskanya di sini di lain waktu, setelah ada catatan di atas meja tentunya.