Di Balik Jendela Kos
Hujan turun sejak pagi, membasahi genteng-genteng tua & jalanan sempit di gang kecil tempat Dika tinggal. Kamar kos 3×3 meter yg ia sewa dengan gaji pas-pasan dari toko retail terasa makin pengap dengan aroma lembab menempel di dinding. Namun dari jendela kecil di sudut kamar, dunia tetap berjalan & di situlah Dika sering memandangi hidup, sambil bertanya, “Kapan giliranku?”
Dika adalah pemuda 31 tahun yg bermimpi akbar tetapi hidup kecil. Setiap pagi, ia bangun dengan alarm yg sama, rutinitas yg sama, & asa yg perlahan mengering seperti kopi instan yg ia aduk tanpa gairah. Gaji dua juta sebulan, kos enam ratus ribu, makan lima puluh ribu sehari sisanya? Hanya cukup untuk bertahan. Tapi Dika punya mimpi: jadi orang kaya. Bukan untuk pamer, tetapi untuk bebas.
Suatu malam, setelah pulang shift malam & tubuhnya lelah, ia membuka HP jadulnya. Ia melihat YouTube tentang orang yg sukses dari nol bukan karena modal besar, tetapi karena konsistensi & ide. Lalu, di antara rasa kantuk, sebuah ide menabrak benaknya: parfum. Ya, Dika suka wangi. Ia sering menyemprotkan cologne murah sebelum berangkat kerja. Tapi ia tahu beda antara parfum asli & yg sekadar harum.
Esoknya, Dika mulai mencatat. Di buku kecilnya, ia tulis:
Modal: 200 ribu
Beli botol sample kecil
Cari supplier bibit parfum refill
Campur dengan alkohol murah
Coba jual ke teman kerja
Ia tak tahu cara branding, tak tahu cara menciptakan desain botol, tetapi ia tahu: semua akbar dimulai dari iseng. Ia beri nama kecil untuk parfumnya: Jendela karena semua harapannya ia pandang dari jendela kamar.
Bulan pertama, cuma dua orang yg beli. Tapi satu dari mereka bilang, Ini tahan lama juga, ya. Itu kalimat sederhana, tetapi cukup jadi bahan bakar semangat.
Bulan kedua, lima botol terjual. Lalu sepuluh. Dika mulai belajar lebih banyak: tentang layering aroma, tentang top note & base note. Ia mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, tak lagi untuk rokok atau kopi kekinian, tetapi untuk beli bibit parfum yg lebih bagus.
Tiga tahun berlalu.
Jendela tetap sama. Tapi kini, di dalam kamar kos itu, ada rak kecil berisi botol-botol bening, ada daftar pesanan di tembok, & ada laptop bekas yg ia beli dari hasil jualan. Sekarang, Dika bukan cuma karyawan toko ia juga pemilik kecil dari merek parfum yg perlahan diketahui orang.
Dan setiap malam, sebelum tidur, ia memandangi jendela. Bukan lagi dengan tanya kapan giliran saya?, tetapi dengan senyum kecil & bisik, Aku sedang menuju ke sana.