[CERPEN] PINTU LANGIT PART 4: Rahasia Kabut Abadi
Kabut mulai menipis, seolah terbuka oleh hembusan angin yg datang dari arah tebing. Reno menatap lurus ke depan, matanya terbelalak. Di tengah celah kabut, ia melihat sesuatu yg tidak mungkin ada di dunia nyatasebuah gerbang raksasa, tinggi menjulang, terbuat dari batu berwarna biru keperakan yg memantulkan cahaya lembut.
Gerbang itu berdiri di ujung jembatan kayu yg rapuh, melintang di atas jurang tak berdasar. Ujung lain jembatan itu hilang dalam cahaya putih yg berputar-putar seperti pusaran air. Reno dapat mendengar suara gaib memanggil namanya dari arah pusaran itu.
“Reno… waktumu hampir tiba…”
Suara itu menciptakan bulu kuduknya berdiri. Bukan suara dari orang asing, melainkan suara yg terdengar akrab… seperti milik ayahnya. Ayah yg sudah hilang bertahun-tahun lalu di tempat ini.
Reno melangkah maju, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara langkah kaki lain di belakangnya. Sosok pria tua yg ia temui sebelumnyayang dipanggil orang-orang sebagai Penjaga Pintu Langitmuncul dari balik kabut, membawa tongkat kayu tua yg ujungnya bersinar samar.
Jangan gegabah, katanya dengan nada berat. Setiap langkah di sini akan menentukan takdirmu, juga takdir dunia di bawah sana.
Reno menatap pria itu tajam. Kalau begitu jelaskan. Apa sebenarnya tempat ini? Apa hubungan Pintu Langit dengan Kakekku?
Penjaga itu diam sejenak, lalu menghela napas panjang. Kau harus tahu, dunia ini terbagi jadi dua lapisan. Dunia manusia, & dunia cahaya. Pintu Langit adalah gerbang di antara keduanya. Tapi gerbang ini tidak boleh dibuka sembarangan, karena kabut di sini adalah pengikat kedua dunia.
Pengikat? Reno mengulang mengatakan itu, mencoba mencerna.
Ya. Kabut ini bukan sekadar udara lembap. Ia adalah sisa-sisa energi dari perang antik ribuan tahun lalu. Jika pengikat itu terlepas… dunia akan bercampur, & kehancuran akan datang.
Reno merasakan dadanya sesak. Jadi… Kakekku…?
Pria tua itu menatap Reno dalam-dalam. Kakekmu adalah salah satu Penjaga. Ia mengorbankan dirinya untuk menutup Pintu Langit ketika kabut mulai melemah. Tapi ia… terjebak di sisi lain. Dan sekarang, kabut itu melemah lagi. Kau… satu-satunya yg dapat menyeberang.
Reno menatap jembatan itu lagi. Pusaran cahaya di ujungnya kini berputar lebih cepat, mengisyaratkan sesuatu yg mendesak. Kalau saya menyeberang… apa yg akan terjadi?
Kau akan menghadapi ujian terakhir, jawab Penjaga itu. Dan ingat, kabut ini bukan cuma menutup mata, tetapi juga hati. Di dalam sana, kau akan melihat hal-hal yg menciptakanmu ragu, marah, bahkan takut. Hanya yg hatinya tetap murni yg dapat kembali.
Angin bertiup kencang, menciptakan papan-papan jembatan berderit. Reno merasakan waktu semakin sedikit. Ia menggenggam erat tali tasnya, menguatkan diri. Kalau itu satu-satunya cara untuk menemukan Kakekku… saya akan mengerjakannya.
Pria tua itu mengangguk pelan, lalu mengangkat tongkatnya. Cahaya dari tongkat itu berubah jadi nyala biru yg melingkari Reno, seperti perisai tipis. Ini akan melindungimu dari kabut, tetapi cuma untuk waktu terbatas. Ingat, jangan percaya pada semua yg kau lihat.
Reno menelan ludah, lalu melangkah ke jembatan. Suara papan berderit menciptakannya waspada. Setiap langkah terasa seperti menapaki batas antara kenyataan & mimpi. Kabut kembali menebal di tengah jembatan, menyelimuti pandangannya.
Di dalam kabut itu, bayangan-bayangan mulai muncul. Reno melihat dirinya sebagai anak kecil, duduk di bahu ayahnya sambil tertawa. Ia hampir saja tersenyum, tetapi kemudian bayangan itu berubah. Ia melihat ayahnya… mendorongnya ke jurang.
Reno terhenti. Itu tidak mungkin… Ayah tidak akan mengerjakan itu. Tapi bayangan itu terasa begitu nyata, menciptakan hatinya goyah.
Jangan percaya, ia berbisik pada dirinya sendiri, mengingat pesan Penjaga.
Namun semakin ia melangkah, bayangan-bayangan itu semakin jahat. Ia melihat ibunya menangis, ia melihat dirinya sendiri gagal menyelamatkan teman-temannya, ia melihat dunia yg terbakar.
Sampai akhirnya, ia melihat sosok Kakeknya berdiri di ujung jembatan. Kakeknya tersenyum, mengulurkan tangan. Ayo, Reno. Sudah waktunya pulang.
Reno berdiri terpaku. Hatinya harap berlari, tetapi sesuatu di dalam dirinya berkata ada yg tidak beres. Ia menatap mata Kakeknya itu, & di dalamnya ia melihat bayangan… bukan cahaya, melainkan kegelapan.
Itu bukan kakekku… gumamnya.
Seketika, kabut di sekelilingnya bergejolak, & sosok itu berubah jadi makhluk tinggi berkulit abu-abu dengan mata merah menyala. Suaranya menggelegar, Kau terlalu pintar untuk anak sepertimu… Tapi tak masalah. Kau tidak akan pernah melewati Pintu Langit!
Makhluk itu melompat ke arah Reno, tetapi perisai cahaya dari tongkat Penjaga menahan cakarannya. Reno tahu waktu perisainya terbatas. Ia berlari melewati makhluk itu, papan-papan jembatan berjatuhan di belakangnya.
Di ujung jembatan, pusaran cahaya semakin besar. Tanpa ragu, Reno melompat masuk ke dalamnyadan seketika dunia di sekelilingnya berubah.
Ia berdiri di padang luas berwarna keemasan, langitnya biru tanpa awan, & di kejauhan… ia melihat sosok pria yg berdiri membelakanginya.
Reno… suara itu memanggil lagi, kali ini tanpa keraguan.
Reno menahan napas. Kakek?
Pria itu menoleh, & senyum hangat yg ia rindukan selama bertahun-tahun menyambutnya.
Bersambung ke Part 5: Cahaya yg Memanggil
[CERPEN] PINTU LANGIT PART 3: Penunggu Gunung Prau