Cahaya di Balik Senja
Di sebuah desa kecil bernama Lembah Aruna, tinggal seorang anak laki-laki bernama Raka. Ia berusia 12 tahun, anak yatim piatu yg tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kayu sederhana di kaki gunung. Sejak kecil, Raka diketahui pendiam namun cerdas. Ia sangat suka membaca bukusatu-satunya warisan dari almarhum ayahnya, seorang guru yg mensayangi ilmu.
Raka tidak pernah punya banyak teman. Di sekolah, ia sering dianggap aneh karena lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan daripada bermain layang-layang di lapangan. Tapi Raka tidak peduli. Ia punya satu tujuan: harap keluar dari desa & jadi orang akbar supaya dapat membahagiakan neneknya yg sudah renta.
Setiap sore, sepulang sekolah, Raka duduk di tepi sungai yg mengalir di pinggir desa, sambil membaca buku sambil menatap mentari yg perlahan turun ke balik bukit. Baginya, senja adalah waktu paling ajaibkarena di saat itulah ia merasa seolah dunia berhenti sejenak & memberi ruang bagi impian-impian kecilnya.
Suatu hari, desa mereka kedatangan seseorang yg tak biasa: seorang pria muda bernama Tama yg datang dengan motor trail, memakai jaket kulit & ransel besar. Ia menginap di rumah kepala desa & memperkenalkan diri sebagai relawan pendidikan yg harap mengajar di desa terpencil.
Raka diam-diam mengagumi Tama. Ia sering memperhatikan pria itu dari jauh, khususnya saat Tama membawa laptop & alat peraga ke sekolah. Tama tidak cuma mengajar, tetapi juga bercerita tentang dunia luar: tentang internet, kota besar, bahkan planet-planet di tata surya.
Raka memberanikan diri mendekati Tama. Mereka pun mulai berbincang. Tama, yg melihat kecerdasan alami Raka, memutuskan untuk membimbingnya secara pribadi di luar jam sekolah. Setiap malam, Raka belajar di rumah kepala desa, membaca materi dari laptop milik Tama, bahkan belajar coding sederhana.
Hari-hari Raka berubah. Ia kini punya semangat baru. Ia belajar lebih keras dari sebelumnya. Tama pun membantunya mendaftarkan beasiswa untuk sekolah unggulan di kota.
Namun di saat-saat menjelang pengumuman beasiswa, badai datang. Nenek Raka jatuh sakit. Kondisinya lemah & butuh perawatan yg tidak dapat dilakukan di desa. Raka dihadapkan pada opsi sulit: tetap mengejar impiannya ke kota atau merawat neneknya.
Pergilah, Nak, mengatakan neneknya pelan. Nenek harap melihatmu terbang tinggi, walau dari kejauhan.
Dengan berat hati, Raka pergi ke kota. Ia berjanji akan sering menulis surat & pulang saat libur. Beasiswa diterima, & Raka pun menjalani hidup barunya sebagai murid unggulan.
Tahun demi tahun berlalu. Raka tumbuh jadi pemuda cerdas, diterima di universitas teknologi ternama, bahkan menciptakan aplikasi pendidikan untuk anak-anak desa. Tapi luka di hatinya tetap adaneneknya meninggal dua bulan sebelum ia pulang ke desa.
Kini, Raka berdiri di tepi sungai Lembah Aruna, memandangi senja yg sama seperti dulu. Ia membuka laptop & mulai mengajar anak-anak desa lewat aplikasi yg ia buat sendiri. Suaranya bergetar saat berkata, Aku kembali, Nek. Kali ini bukan sebagai anak kecil yg bermimpi tetapi sebagai cahaya kecil yg harap membagikan mimpi itu kepada banyak anak lain.
Dan di balik senja yg perlahan tenggelam, tampak seberkas cahaya baru. Bukan dari matahari tetapi dari harapan.
—