Begadang: Bukan Pilihan Tapi Kurang Gerak
Begadang sering dikaitkan dengan kebiasaan buruk atau kurangnya disiplin waktu.
Apalagi kalau diiringi dengan aktivitas seperti doom-scrolling yg sekarang ini marak terjadi. Yaitu sebuah kebiasaan scrolling media sosial tanpa henti hingga larut malam bahkan tanpa benar-benar melihat isi kontennya. Banyak orang mengartikan begadang karena doom scrolling sebagai bentuk prokrastinasi, menolak tidur karena merasa waktu seharian habis untuk bekerja tanpa ada waktu untuk hiburan.
Namun, apakah semua ini semata-mata bentuk prokrastinasi? Ternyata tidak.
Dalam banyak kasus, begadang bukanlah opsi yg dibuat secara sadar. Justru, ini dapat jadi respons tubuh kepada gaya hidup yg kurang gerak. Saat tubuh tidak cukup aktif secara fisik sepanjang hari, produksi hormon seperti melatonin yg mengatur siklus tidur dapat terganggu. Akibatnya, meski secara logika kita tahu harus tidur, tubuh belum merasa siap untuk beristirahat.
Doom-scrolling pun dapat jadi bukan karena harap menunda kewajiban, melainkan karena otak masih mencari stimulus yg tidak didapatkan dari aktivitas fisik. Kurangnya gerak menciptakan tubuh tidak cukup lelah, sementara pikiran tetap aktif.
Hasilnya: malam diisi dengan scrolling tak berujung, cuma untuk mencari rasa capek yg tidak datang-datang. Dan begitu pagi datang, mau tidak mau bekerja dengan kondisi kurang tidur, menyebabkan putaran rasa capek tak berujung.
Tapi tetap saja, ketika malam tubuh seperti menolak terlelap.
Jadi, mulai imbangi kegiatan harian dengan ragam aktivitas fisik. Entah itu bersih-bersih, berkebun, atau lari pagi mengelilingi kompleks, setidaknya 30 menit sehari hingga tubuh berkeringat.
Jadi, begadang bukan sering soal opsi menikmati hiburan hingga larut malam. Kadang, itu cuma sinyal dari tubuh yg meminta kita untuk bergerak.
Siapa disini masih sering begadang?