Review: 1 Kakak 7 Ponakan, Film Keluarga yg Realistis & Menghangatkan Hati
Film 1 Kakak 7 Ponakan garapan Yandy Laurens jadi salah satu film Indonesia paling berkesan tahun ini. Mengadaptasi sinetron klasik karya Arswendo Atmowiloto, film ini bukan cuma sekadar pelepas rasa kangen, tetapi juga menghadirkan cerita yg sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Dan saya sangat beruntung karena Minggu kemarin, saya akhirnya memutuskan untuk menonton film ini dibandingkan lawan beratnya, Dark Nuns yg sama-sama diputar di bioskop.
1 Kakak 7 Ponakan dibuka dengan kisah tragis, film ini membawa kita ke dalam hidup Hendarmoko atau Mas Moko (Chicco Kurniawan), seorang mahasiswa arsitektur yg secara mendadak harus mengasuh tujuh keponakannya setelah kepergian kakaknya, Agnes (Maudy Koesnaedi), & suaminya, Atmo (Kiki Narendra). Perubahan hidup yg drastis ini menciptakan Moko menghadapi berbagai tantangan, mulai dari mengurus keponakan-keponakannya hingga mempertaruhkan karier & kisah sayangnya dengan Maurin (Amanda Rawles).
Sejak awal menonton film ini, saya langsung terpikat dengan premise ceritanya. Karena di awal cerita, pacing film sudah dibuat cepat dengan meninggalnya kakak Moko, yg menyebabkan kehidupannya jadi kacau. Dengan diawali dengan tragedi, perpindahan scene yg cepat, & kemampuan akting yg sangat bagus dari Chicco Kurniawan, sebagai penonton saya dapat benar-benar merasakan apa yg dirasakan oleh Moko. Kesedihan mendalam, kebingungan, ketidakpastian, ketakutan kepada masa depan, tetapi disisi lain harus tetap nampak kuat di depan keponakannya.
Salah satu kekuatan terbesar film keluarga ini adalah kedalaman karakternya. Moko tidak digambarkan sebagai pribadi sempurna seperti kebanyakan film, tidak. Dia hanyalah orang biasa yg terjebak dalam nasib buruk, sehingga Moko tetap digambarkan memiliki keraguan, dilema, & bahkan mengerjakan kesalahan. Dan sekali lagi saya sangat terpukau dengan akting seorang Chicco Kurniawan. Sebagai aktor yg cukup lama terjun di dunia perfilman namun kurang dilirik selama ini, saya sangat bersyukur dengan hadirnya Chicco di film ini. Artinya, film-film Indonesia tidak harus di dominasi oleh nama-nama akbar seperti Reza Rahadian saja, tetapi ada talenta baru yg memang dapat mengisi posisi aktor pemeran utama dalam film.
Dalam film ini, Chicco dengan brilian sanggup menampilkan spektrum emosi yg sangat luas, mulai dari frustasi hingga kasih sayang yg tulus.Yang menciptakan aktingnya menarik bukanlah emosi-emosi akbar yg ditampilkannya, melainkan kemahirannya dalam mengontrol ekspresi mikro yg semakin memberikan kedalaman tabiat si Moko yg ia perankan. Selain itu, Fatih Unru sebagai Woko juga mencuri perhatian dengan perannya sebagai kakak yg harus mengorbankan mimpinya demi keluarga.
Tak cuma soal keluarga, 1 Kakak 7 Ponakan juga menghadirkan kisah sayang yg manis & realistis. Hubungan Moko & Maurin dipenuhi dengan tantangan, tetapi mereka tetap mampun menjalaninya dengan tulus. Chemistry antara Chicco Kurniawan & Amanda Rawles sebagai Moko & Maurin, menambah kedalaman cerita tanpa menciptakannya berlebihan.
Tidak cuma tragedi & kesedihan saja, 1 Kakak 7 Ponakan juga menghadirkan komedia & kehangatan. Kehadiran pemain film senior, Ringgo Agus yg berperan sebagai Mas Eka & Nadhif H.S sebagai Ano meringankan nuansa film yg awalnya terasa berat jadi lebih ringan untuk ditonton. Komedi yg dihadirkan juga tidak terlalu berlebihan, sehingga tidak menghilangkan nilai-nilai kehangatan dari film, melainkan semakin menambah kedinamisan.
Selain segi cerita & kemampuan akting yg sangat baik, bagi saya scoring & soundtrack dalam film ini juga harus diakui. Hadirnya agu-lagu populer & juga klasik memberikan kedalaman emosional yg lebih baik di sepanjang film.
Secara keseluruhan, bagi saya 1 Kakak 7 Ponakan bukan cuma sekadar drama keluarga biasa. Ini adalah film yg sanggup menyentuh hati, memunculkan diskusi, & memberi pelukan hangat bagi siapa saja yg pernah merasa tersesat dalam perjalanan hidupnya.
Mumpung masih diputar di bioskop, jangan lupa menonton film ini. Sangat saya rekomendasikan karena memang sebagus itu. Itu saja dari saya, sekian!
