Apakah Indonesia Membutuhkan Revolusi?
Mulai dari korupsi yg mengakar, kesenjangan sosial, birokrasi yg lamban, serta politik yg sering lebih mementingkan kepentingan elite dibanding rakyat. Namun, apakah revolusi benar-benar jadi jawaban bagi Indonesia, atau justru akan membawa akibat buruk yg lebih besar?
MAKNA REVOLUSI


Hari ini, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan serius. Korupsi masih merajalela meski sudah ada tindakan dari KPK.
Laporan Transparency International 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsiangka yg menunjukkan betapa parahnya masalah integritas.
Di sisi lain, kesenjangan ekonomi tetap tinggi, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa rasio gini, yg mengukur ketimpangan, masih bertahan di kisaran 0,380,39. Ini berarti beberapa akbar kekayaan negeri dikuasai oleh segelintir orang.
Belum lagi masalah hukum yg dianggap tajam ke bawah, tumpul ke atas, Rakyat kecil sering dihukum berat karena pelanggaran ringan, sementara pejabat atau orang kaya dapat lolos meski terlibat kasus besar.
Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan yg meluas, bahkan memunculkan ketidakpercayaan kepada negara.


Bila melihat kenyataan pahit tersebut, wacana revolusi memang terdengar menggoda. Revolusi seolah jadi alat untuk membersihkan tatanan lama & menggantinya dengan sesuatu yg lebih adil.
Namun, pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa revolusi tidak sering membawa hasil sesuai harapan. Revolusi Prancis, misalnya, berhasil menumbangkan raja, tetapi kemudian melahirkan masa teror & kekacauan politik. Di Mesir, revolusi 2011 berhasil menjatuhkan Hosni Mubarak, tetapi negara itu kembali ke rezim otoriter dalam beberapa tahun.
Di Indonesia sendiri, revolusi bukan tanpa risiko. Struktur masyarakat kita sangat beragam, dengan ratusan etnis, bahasa, & agama. Jika revolusi dilakukan tanpa arah yg jelas, bukan mustahil yg muncul justru konflik horizontal, perpecahan, & perang saudara. Alih-alih memperbaiki bangsa, kita dapat terjebak dalam krisis yg lebih dalam.

BAB 4
JALAN DARI REFORMASI DAN SOLUSI

Indonesia sebenarnya pernah mengalami mini revolusi pada 1998. Runtuhnya Orde Baru adalah hasil dari krisis ekonomi, gerakan mahasiswa, & tekanan rakyat yg cukup masif.
Peristiwa itu membawa banyak perubahan, seperti munculnya era demokrasi, kebebasan pers, serta lahirnya desentralisasi.
Namun, setelah lebih dari dua dekade, banyak orang merasa hasil reformasi belum seindah harapan, korupsi masih ada, elite politik yg berganti paras tetapi perilakunya mirip seperti elite politik zaman orde baru, & bahkan lebih parah ?.
Karena itu, beberapa pihak berargumen bahwa yg dibutuhkan Indonesia bukan revolusi, melainkan revolusi mentalsebuah perubahan mendasar dalam cara berpikir & berperilaku, baik rakyat maupun pemimpin.
Artinya, kita memerlukan evolusi sosial-politik yg berkesinambungan, bukan guncangan yg berisiko menimbulkan instabilitas.

BAB 5
KEKUATAN MASYARAKAT SIPIL
Masyarakat sipil Indonesia sebenarnya memiliki potensi akbar untuk mendorong perubahan tanpa harus melalui revolusi. Gerakan mahasiswa, komunitas akar rumput, organisasi masyarakat sipil, & media independen dapat jadi motor pengawas kekuasaan.
Teknologi digital pun memberi ruang bagi rakyat untuk bersuara lebih lantang, mengkritisi kebijakan, bahkan menggulirkan petisi yg dapat memengaruhi keputusan politik.
Pertanyaannya, apakah energi ini cukup kuat untuk mengubah paras bangsa tanpa revolusi ? Jawabannya bergantung pada pencerahan kolektif.
Jika masyarakat mau bersatu, bersuara, & konsisten menekan elite, perubahan secara bertahap dapat tercapai.

Dengan menimbang realitas yg ada, revolusi dalam arti kekerasan atau penggulingan paksa tidak sering relevan bagi Indonesia hari ini. Bangsa ini justru membutuhkan penguatan institusi demokrasi, hukum yg adil, & kepemimpinan berintegritas. Jika semua itu berjalan, keharapan untuk mengerjakan revolusi tidak akan jadi solusi.
Namun, kalau kondisi semakin memburuk, misalnya korupsi semakin merajalela, ketidakadilan hukum makin nyata, & rakyat kehilangan asa kepada pemerintah revolusi mungkin jadi opsi terakhir.
Tapi itu adalah skenario ekstrem yg sebaiknya dihindari.

