“Dunia” dalam Imajinasi Hollywood
DalamHot Fuzz,Nicholas Angel (Simon Pegg) berhadapan dengan sebuah desa Inggris yg tampak damai, namun sesungguhnya dikelola oleh sebuahNeighbourhood Watch Allianceyang siap membunuh siapa pun yg “merusak citra desa”. Dialog kunci “For thegreater good” diulang-ulang sebagai mantra pembenaran. Dunia versi Sandford adalah dunia yg steril, indah, & penuh piala lomba taman bunga—tetapi seluruhnya dibangun di atas kebohongan kolektif, kekerasan, & darah. Di sini, dunia adalah pameran permanen, seperti etalase toko, di mana manusia hanyalah boneka yg harus tetap tersenyum.
Send that weird man back to Indonesia!
Sementara itu,Breakdownmenampilkan Jeff Taylor (Kurt Russell) yg hidupnya porak-poranda ketika istrinya “hilang” setelah ia menitipkannya kepada sopir truk yg pura-pura baik. “I’ve never seen her,” ujar sopir itu datar, memutus jembatan antara kenyataan Jeff & kenyataan dunia sekitarnya. Di dunia seperti ini, kebenaran tidak ditentukan oleh apa yg terjadi, melainkan oleh siapa yg punya cukup suara untuk menyangkalnya dengan tenang. Dunia jadi arena di mana kebohongan kolektif dapat memutar realitas hingga korbannya terlihat gila.
The Truman Showmenampilkan versi dunia yg paling literal: sebuah studio raksasa, lengkap dengan mentari buatan & laut plastik, di mana Truman Burbank (Jim Carrey) hidup tanpa tahu bahwa seluruh hidupnya adalah acara televisi. Dialog “Goodmorning, and in case I don’t see ya,good afternoon, good evening, and goodnight!” jadi simbol dari repetisi yg membius. Ironisnya, Truman mungkin satu-satunya orang yg benar-benar hidup di dunia itu—karena ia tidak berpura-pura. Saat ia keluar, memukul dinding langit & melangkah ke pintu keluar, dunia nyata akhirnya terbuka untuknya. Tetapi para aktor, yg sudah terbiasa hidup di dalam kebohongan, tetap terjebak selamanya di sana. Mereka sudah jadi warga permanen dunia buatan.
KalauThe Truman Showmemperlihatkan kurungan berskala planet,Dogtoothmenyempitkannya jadi kurungan berskala rumah. Sutradara Yorgos Lanthimos membangun dunia di mana orangtua menciptakan kosakata palsu untuk anak-anak mereka: “laut” berarti kursi, “telepon” berarti garam. Dunia ini tidak kabur atau samar, justru terlalu jelas—begitu jelas hingga tidak ada satu pun pikiran untuk mempertanyakannya. Dialog “The sea is achair” mungkin terdengar konyol, tetapi dalam dunia itu, ia adalah kebenaran mutlak. Dan ketika salah satu anak mencoba keluar, ia membawa serta luka fisik & linguistik—karena meninggalkan dunia berarti meninggalkan bahasa yg membentuk realitasnya.
Keempat film ini, meski sangat berbeda dari segi genre & estetika, bersepakat pada satu hal: dunia adalah panggung, baik ia sebesar desa Inggris, kabin truk di jalan tol Amerika, studio televisi raksasa, atau rumah dengan pagar tinggi. Dunia dibangun dengan bahasa, repetisi, & konsensus—bukan fakta.
Dan mungkin di sinilah letak kesamaan dengan sindiran “send that weird man back toIndonesia!” diTalladega Nights. Indonesia, dalam konteks ini, adalah simbol jarak—tempat di mana hal-hal yg mengganggu dapat dibuang supaya dunia yg nyaman tidak terganggu. Ironisnya, di dunia nyata, Indonesia sendiri tak jarang jadi pentas dari dunia itu: negara yg penuh narasi palsu, kebanggaan yg difabrikasi, & ilusi kolektif yg kita jaga dengan senyum lebar.
Yang mengerikan bukanlah dunia itu sendiri, melainkan kenyataan bahwa kita sering tidak harap keluar darinya. Karena di luar pagar Sandford, di luar jalan tol Nevada, di luar langit palsu studio, atau di luar halaman rumahDogtooth, dunia nyata menunggu—dan ia tidak sering seindah dunia pura-pura yg kita sembunyikan bersama-sama.