Resensi Film Hot Fuzz (2007): Dunia yg Kompak Mengerjakan Kejahatan
Kisah bermula dengan tokoh utama Nicholas Angel, seorang polisi teladan dari London, yg ditransfer ke Sandford karena kinerjanya dianggap terlalu baik & menciptakan rekan-rekannya tampak bodoh. Di sinilah ironi perdana terbit: dunia yg tersusun oleh hirarki & pencitraan kolektif tak menyukai keunggulan yg mengganggu sistem. Angel tiba di Sandford, desa yg meraih penghargaan sebagai desa terbaik bertahun-tahun berturut-turut. Segalanya tampak sempurna: kembang tertata, jalan bersih, warga ramah. Dunia dalam bentuk lanskap ideal sudah dibangun. Namun seperti semua dunia yg terlalu rapi, retakannya tersembunyi di balik pagar yg dicat putih.
Lama-kelamaan, Angel menyadari bahwa ada serangkaian kematian yg aneh, sering dijustifikasi sebagai kecelakaan. Tetapi tidak ada yg tampak kebetulan. Angel mencium bau kejahatan, sementara polisi setempat & warga bersikeras bahwa tak ada yg salah. Dunia sudah berbicara: ini cuma kecelakaan. Dunia Sandford bekerja berdasarkan satu prinsip utama: harmoni di atas segalanya. Bahkan kebenaran pun harus tunduk pada kenyamanan dunia yg sudah diciptakan bersama.
Sumbu utama konflik dalam Hot Fuzz bukan antara polisi & penjahat, tetapi antara dua dunia: dunia hukum & dunia simbolik. Di satu sisi, Angel membawa hukum formal, rasionalitas prosedural, & skeptisisme kota besar. Di sisi lain, Sandford menampilkan dunia yg dibangun berdasarkan kesepakatan wargayang menentukan sendiri apa yg pantas, apa yg mengganggu, & siapa yg harus disingkirkan demi menjaga citra. Warga Sandford tidak merasa mereka jahat ketika membunuh seorang aktor amatir, sepasang remaja nakal, atau wartawan yg mengkritik desa. Mereka tidak sadar mereka sedang mengerjakan kriminalitas, karena dunia mereka sudah memberi justifikasi moral yg sah: semua demithe greater good.
Frasathe greater gooddiucapkan berulang-ulang dalam film ini, bagai mantra dunia yg menyelimuti nalar. Ia jadi simbol dari duniawordkode, narasi, sloganyang menutupi kekerasan struktural di baliknya. Dunia dalam Hot Fuzz bukan realitas objektif, melainkan hasil dari produksi simbolik yg dilakukan terus-menerus oleh komunitas. Setiap patung bunga, pentas drama amatir, & seremoni penghargaan desa bukan sekadar ornamen; mereka adalah simbol yg menegaskan bahwa dunia ini ideal, & karenanya siapa pun yg merusaknya pantas dihapuskan.
Dalam konteks ini, dunia bukan cuma ruang, tetapi konsensus. Dunia bukan tempat, melainkan cara pandang. Dunia adalah hasil dari repetisi simbolik yg disepakati bersama, & kejahatan dapat lahir justru ketika dunia itu harap dipertahankan dengan segala cara. Masyarakat Sandfordtermasuk kakek-nenek, ibu-ibu pengurus taman, & pedagang lokalbersatu dalam organisasi rahasia bernamaNeighborhood WatchAlliance(NWA). Mereka bukan mafia, bukan teroris, melainkan warga teladan yg kompak menjaga keteraturan. Tapi keteraturan ini dibayar mahal: dengan penghapusan siapa pun yg berbeda, yg terlalu buruk dalam akting, atau terlalu lantang dalam berbicara.
Ironi utama yg ditawarkan Hot Fuzz adalah bahwa kekompakan sosial dapat jadi medium kejahatan paling efektif. Tidak ada kekerasan yg lebih sempurna selain yg dilakukan bersama, dalam semangat sayang kampung halaman. Film ini menyindir bahwa totalitarianisme tidak sering muncul dalam bentuk diktator atau tank di jalanan. Ia dapat muncul dalam bentuk panitia festival, lomba kebun terbaik, & grup WhatsApp warga yg sepakat siapa yg harus diamankan.
Nicholas Angel pada akhirnya membongkar kejahatan itu, tetapi bukan tanpa pertarungan panjang. Dunia Sandford tidak runtuh begitu saja, karena dunia bukanlah benda yg dapat dihancurkan, melainkan cara berpikir yg harus diinterupsi. Bahkan ketika kejahatan terbongkar, warga Sandford masih terkejut, bukan karena mereka merasa bersalah, tetapi karena mereka tak mengerti di mana letak kesalahan. Dunia mereka sudah didefinisikan terlalu lama oleh kebaikan bersama sehingga logika hukum dianggap sebagai gangguan.
Film ini menimbulkan pertanyaan akbar yg melampaui genre aksi-komedi: apakah moralitas itu tetap kalau dunia bergeser? Apakah kejahatan tetap kejahatan kalau dilakukan dengan niat baik & atas nama komunitas? Dan yg paling menghantui: berapa banyak komunitas di dunia nyata yg seperti Sandfordyang membungkus eksklusi & kekerasan dalam bahasa harmoni, keamanan, & tata kelola warga?
Melalui Hot Fuzz, Edgar Wright tidak cuma menghibur, tetapi juga membuka ruang refleksi tentang bagaimana dunia dibentuk, dijaga, & dipertahankanbahkan dengan darah. Dunia bukan realitas netral; ia adalah bentukan kekuasaan simbolik yg sanggup menjustifikasi pembunuhan sebagai bentuk kasih sayang. Dan ketika dunia sudah mencapai titik di mana hukum tunduk pada estetika, maka penegak hukum seperti Angel akan sering jadi anomalidilihat bukan sebagai pahlawan, tetapi sebagai perusak kedamaian.
Hot Fuzz tidak cuma menunjukkan bagaimana kejahatan dapat disamarkan, tetapi juga bagaimana ia dapat diyakini sebagai kebajikan. Dunia, dalam film ini, adalah hasil akumulasi dari narasi-narasi kecil yg diulang, dikelola, & dijaga oleh komunitas yg tampaknya tidak berbahaya. Justru karena tampak biasa, dunia itu makin berbahaya.
Dan mungkin, seperti Sandford, kita semua hidup dalam dunia serupahanya saja belum ada Nicholas Angel yg datang mengacaukan ketenangan itu.