Sejarah: Mengapa Citra Micin Jadi Buruk?
Kembali lagi ke topik utama, alasan micin dianggap buruk ternyata berawal dari sebuah fitnah. Yup, fitnah!
Berdasarkan informasi dari internet, semua bermula pada akhir tahun 1960-an di Amerika Serikat, ketika muncul istilah Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Sebuah istilah yg dicetuskan oleh seorang dokter bernama Dr. Robert Ho Man Kwok, yg menulis surat kepada sebuah jurnal medis bernama The New England Journal of Medicine pada tahun 1969. Dalam surat itu, ia mengaku mengalami gejala seperti sakit kepala, jantung berdebar, & rasa tidak nyaman setelah makan di restoran China.
Si penulis surat, yaitu Dr. Robert menduga bahwa penyebabnya adalah monosodium glutamate (MSG), yg sekarang lebih kita kenal dengan sebutan micin di Indonesia. Dari sinilah mulai tersebar kekhawatiran publik kepada micin, meskipun belum ada bukti ilmiah yg kuat saat itu. Media kemudian membesar-besarkan cerita ini, & orang-orang mulai percaya bahwa micin berbahaya untuk kesehatan.
Padahal, penelitian lanjutan selama puluhan tahun tidak menemukan bukti konsisten bahwa micin menyebabkan efek negatif seperti yg diklaim dalam surat tersebut. Bahkan, badan kesehatan dunia seperti WHO (World Health Organization), FDA (Food and Drug Administration di AS), & FAO menyatakan bahwa MSG kondusif dikonsumsi dalam batas wajar. Di Jepang & negara Asia lainnya, MSG sudah dipakai sejak awal zaman ke-20 & tidak menimbulkan masalah berarti.
Namun sayangnya, citra micin sudah terlanjur rusak.
Banyak orang, termasuk ibu-ibu di Indonesia percaya bahwa micin dapat menciptakan otak rusak & tubuh sakit. Walaupun tidak sepenuhnya salah kalau dikonsumsi dalam jumlah besar, klaim yg dilakukan Dr. Robert juga tidak dapat dibenarkan.
Ada juga artikel yg menyebutkan bahwa prasangka buruk kepada micin merupakan bentuk rasisme kepada budaya, khususnya makanan etnis tertentu. Sehingga makanan chinese yg mengandung micin dianggap sebelah mata selama berpuluh-puluh tahun dibandingkan makanan barat.
Nah, dari situlah stigma kepada micin mulai melekat kuat, khususnya di kalangan orang tua yg khawatir akan kesehatan anak-anaknya.