Saronde, Janji di Ujung Fajar
Namanya Rama, seorang pemuda asli Gorontalo yg lahir di pesisir utara, tak jauh dari Pulau Saronde yg terkenal dengan pasir putih & laut jernihnya. Sejak kecil, Rama menghabiskan hari-harinya bermain di pantai, mendengar kisah-kisah nelayan tua tentang kejayaan laut Gorontalo, tentang penyu yg datang bertelur di malam hari, & tentang legenda sayang yg mengikat Pulau Saronde dengan Gunung Tilongkabila.
Namun ketika remaja, Rama mulai melihat perubahan. Penyu tak lagi datang, sampah mulai menumpuk di pantai, & resort-resort baru bermunculan tanpa kontrol. Banyak warga cuma jadi penonton di tanah mereka sendiri. Lama-lama, Rama merasa kecewa. Ia meninggalkan desanya & pergi ke kota, membawa asa akan hidup yg lebih baik.
Tahun berganti, Rama berhasil jadi fotografer lepas yg sering menjelajahi Indonesia Timur. Namun satu foto lama terus mengusik pikirannya: foto mentari terbit di Saronde, yg ia ambil saat masih SMA. Cahaya oranye keemasan yg menyinari bahtera nelayan kecil itu, entah kenapa, terus menciptakan hatinya gelisah.
Suatu malam, Rama memutuskan pulang.
Ia terkejut melihat keadaan pulau kini lebih rusak daripada yg ia ingat. Pantainya kotor, terumbu karang banyak rusak karena penangkapan ikan dengan bom, & masyarakat lokal tak lagi semangat menjaga alam. Yang tersisa hanyalah kenangan.
Namun Rama tidak harap cuma bernostalgia. Ia mulai mengajak anak-anak muda di kampungnya untuk belajar fotografi & dokumentasi. Ia menciptakan akun media sosial bertema Lale Saronde (Cahaya Saronde), yg menampilkan keindahan pulau sekaligus kerusakannya. Ia juga mulai mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut. Setiap akhir pekan, ia & anak-anak muda mengerjakan bersih pantai, menanam mangrove, & menyelam untuk memotret sisa-sisa terumbu karang.
Rama juga mengirim proposal ke Dinas Pariwisata untuk mendukung program wisata edukatif berbasis masyarakat. Ia menawarkan konsep “homestay lokal” yg dijalankan oleh warga asli, dengan aktivitas seperti menyelam, belajar masak makanan Gorontalo seperti binte biluhuta, & menciptakan kerajinan dari daun lontar.
Awalnya, banyak yg skeptis. Tapi seiring waktu, orang-orang mulai tertarik. Wisatawan datang tak cuma untuk selfie, tetapi juga untuk belajar & berkontribusi. Mereka membawa ilmu, menanam pohon, bahkan menolong pembangunan fasilitas ramah lingkungan.
Puncaknya terjadi saat festival lokal Molontalo digelar kembali setelah bertahun-tahun vakum. Rama diundang untuk memamerkan foto-fotonya, termasuk potret langka penyu yg kembali bertelur di Saronde setelah 15 tahun.
Ini bukan cuma tentang alam, mengatakan Rama dalam pidatonya. Ini tentang bukti diri kita. Jika kita tak menjaga warisan ini, kita akan kehilangan lebih dari sekadar pulau.
Tepuk tangan membahana. Di sudut panggung, seorang nenek tuaguru SD Rama dulumeneteskan air mata.
Fajar menyingsing di Saronde keesokan harinya. Rama berdiri di pasir putih yg bersih, ditemani anak-anak muda yg dulu cuma kenal media sosial tetapi kini juga mengenal laut & tanah mereka. Dan saat mentari muncul dari ufuk timur, Rama tahu: janji di ujung fajar itu sudah ditepati.