Penjaga Waktu di Peron Tua
Di sebuah kota kecil yg seolah dilupakan zaman, ada sebuah stasiun kereta tua bernama Stasiun Nirmala. Kereta sudah tak lagi singgah di sana sejak belasan tahun lalu, namun bangunannya masih berdiri kokoh meski cat dindingnya mulai mengelupas & jam di menaranya sudah berhenti pukul 14.17waktu terakhir kereta terakhir berhenti.
Namun yg tidak banyak orang tahu, stasiun itu tidak pernah benar-benar mati. Karena setiap malam, saat kota terlelap & jam-jam digital memudar oleh dharapnya kabut dini hari, seseorang datang ke sana. Namanya Pak Wiryo.
Pak Wiryo adalah lelaki sepuh yg tubuhnya tampak ringkih, namun langkahnya sering pasti. Setiap malam ia datang membawa lentera & buku tua. Ia duduk di bangku peron, membalik halaman demi halaman, sesekali tersenyum sendiri seolah membaca cerita yg cuma dia yg paham.
Warga sekitar menganggapnya aneh. Anak-anak sering menakut-nakuti satu sama lain dengan cerita “Pak Wiryo si Penjaga Hantu Kereta”. Tapi tidak ada yg pernah benar-benar tahu siapa dia.
Sampai suatu malam, Raka, pemuda 23 tahun yg baru pulang kampung karena kehilangan pekerjaan di kota, memutuskan untuk mencari tahu. Ia penasaran, apalagi sejak mendengar ibunya berkata bahwa dulu, Pak Wiryo adalah kepala stasiun yg sangat dihormati.
Raka datang diam-diam ke stasiun itu. Ia bersembunyi di balik pilar & mengamati Pak Wiryo. Lelaki tua itu duduk sambil membuka buku yg ternyata bukan sembarang bukuitu adalah catatan perjalanan penumpang terakhir yg sempat singgah di stasiun tersebut. Nama, waktu, tujuan, bahkan mimpi-mimpi mereka tercatat rapi.
Tiba-tiba, suara derit terdengar. Kereta samar muncul di tengah kabutbukan kereta nyata, tetapi bayangannya. Kereta itu tampak usang tetapi tidak rusak. Dari dalamnya, sosok-sosok naik & turun. Wajah mereka damai. Mereka bukan makhluk gaib, tetapi kenangan.
Pak Wiryo melihat ke arah Raka & tersenyum.
Kau dapat melihatnya? tanyanya pelan.
Raka tertegun. Apa ini?
Kereta kenangan, jawab Pak Wiryo. Ia datang cuma untuk mereka yg masih menyimpan waktu yg tertinggal.
Sejak malam itu, Raka jadi teman duduk Pak Wiryo. Ia mulai mencatat kisah-kisah orang yg pernah pergi, pernah tinggal, & pernah bermimpi di Stasiun Nirmala. Ia sadar, terkadang yg paling berharga dari sebuah tempat bukanlah fungsinya, tetapi kenangan yg tidak pernah pergi.
—