Langkah Terakhir di Hujan Terakhir
Langit sore itu kelabu. Awan menggantung berat, seolah sedang menahan sesuatu yg lebih dari sekadar hujan. Di ujung jalan kecil yg basah oleh gerimis, seorang pria berdiri diam. Jaketnya lusuh, sepatunya sudah lama kehilangan bentuknya, & tas selempangnya menyimpan lebih dari sekadar barang pribadiia menyimpan kenangan.
Namanya Damar. Usianya 31 tahun. Ia bukan siapa-siapa, bukan pula harap jadi siapa-siapa. Tapi hari itu, ia punya satu tujuan: mengucapkan maaf yg tertunda selama enam tahun.
Di depannya, rumah kecil bercat hijau itu masih berdiri seperti dulu. Tak banyak berubah, kecuali tanaman-tanaman di halaman yg kini lebih rimbun. Damar menelan ludah. Bukan karena gugup, tetapi karena rasa bersalah yg selama ini ia kubur dalam diam.
Dulu, Damar mensayangi seseorang. Namanya Raya. Mereka berteman sejak SMA, & perasaan itu tumbuh perlahan seperti benih yg tak sengaja tumbuh di celah batu. Tapi sebelum sempat mengaku, Damar memilih pergi ke luar kota karena pekerjaan. Ia pikir, kalau hidup sudah lebih baik, ia akan kembali & menyatakan semuanya.
Tapi hidup tak pernah menunggu.
Selama enam tahun, Damar tak pernah benar-benar pulang. Ia kirim kabar sesekali, lalu menghilang lagi. Raya pun akhirnya menikah, seperti yg Damar dengar dari teman lama. Tapi entah mengapa, langkahnya hari ini membawanya ke rumah itu.
Ia mengetuk pintu. Satu, dua, tiga kali.
Tak lama kemudian, seorang anak perempuan kecil membuka pintu. Umurnya mungkin tujuh atau delapan tahun.
“Ibu lagi di dapur, Om,” ucapnya ramah.
Damar cuma tersenyum & menunduk. Tak lama, Raya muncul. Wajahnya masih sama, cuma lebih tenang. Matanya sedikit membesar saat melihat Damar, tetapi ia tak berkata apa-apa. Hanya diam menatap pria yg dulu pernah menghilang tanpa kata.
“Aku… cuma mau bilang maaf,” ucap Damar lirih.
Raya mengangguk. “Sudah lama ya.”
Damar mengangguk. “Aku pikir saya dapat kembali saat semuanya siap. Tapi ternyata, saya yg tidak siap.”
Hujan pun turun deras. Tapi untuk perdana kalinya dalam enam tahun, dada Damar terasa lebih ringan. Kadang, yg dibutuhkan bukan untuk kembali & memulai ulang, tetapi cukup datang & menyelesaikan apa yg tertunda.
—