Kadangkala saya merasa, ada sesuatu yg sangat salah dengan pendidikan dasar di Indonesia. Sebelum saya lanjut, saya harap disclaimer dulu bahwa ini adalah pandangan saya secara subjektif. Sehingga apa yg saya tulis sepenuhnya adalah opini, sehingga benar atau salahnya juga bersifat sangat subjektif.
Apa yg menciptakan saya berpikir demikian? Karena banyak orang dewasa yg saya kenal tidak dapat benar-benarmerasa nyaman untuk mengpakai gaji yg mereka terima cuma untuk kesenangan pribadinya sendiri. Ketika saya tanya kenapa, itu kan hakmu. Jawaban mereka menciptakan saya tertegun.
Nggak enak, merasa bersalah. Harusnya sebagain buat bantu kuliah si A, buat membelikan si B, & C.
Memang tidak semua, tetapi banyak & rata-rata adalah anak pertama. Seolah-olah semua kebutuhan keluarga besarnya adalah tanggung jawabnya, hingga menghabiskan sedikit uang untuk dirinya sendiri sudah jadi semacam dosa. Sehingga saya berpikir, wah ada yg salah dengan sistem pendidikan dasar kita kalau banyak orang dewasa memiliki pandangan yg sama.
Ternyata kesalahan terbesar adalah kalimat, Ayo nak, berbagi sama temanmu. Kan anda anak baik, anak baik harus berbagi.
Sering dengar kalimat itu? Pasti.
Siapakah yg sering mengatakan kalimat itu? Orang tua & guru, 2 sosok yg paling kita hormati & dengar ucapannya saat kecil. Dan tanpa sadar hal itu terbawa hingga dewasa.
Apakah diajak untuk berbagi adalah hal yg salah? Tidak, itu hal yg sangat baik. Yang salah adalah mengajari anak berbagi dengan paksa sebelum mengajari mereka untuk mengerti apa itu haknya.
Kalau ada anak bertengkar di TK karena sebuah mainan, kebanyakan guru akan menyuruh anak yg sedang bermain untuk memberikan mainan tersebut ke anak yg menangis supaya berhenti merengek, dengan bahasa yg menyanjung tinggi tentang sikap berbagi. Tapi apakah itu adil? Tidak. Seringkali guru tidak menanyakan apakah si anak tadi sudah cukup puas bermain dengan mainannya, atau menciptakan sistem gantian berdasarkan waktu sehingga semua adil.
Apa yg ditangkap & direkam di alam bawah sadar si anak? Bahwa berbagi adalah keharusan, bukan dilandasi oleh keikhlasan.
Ngerinya hal ini terbawa terus hingga dewasa, khususnya orang-orang yg lahir jadi anak pertama. Bahkan tanpa diminta pun, mereka membagikan apa yg mereka punya, meskipun itu sama sekali tidak memberikan mereka kebahagiaan.
Kebaikan sejati tidak lahir dari paksaan, melainkan dari pemahaman & keikhlasan. Mengajarkan anak untuk berbagi memang penting, tetapi akan jauh lebih bermakna kalau didahului dengan pengenalan kepada konsep hak & batasan diri. Jika sejak kecil kita tidak pernah diberi ruang untuk merasa cukup & memiliki hak atas kebahagiaan sendiri, maka saat dewasa pun kita akan kesulitan menempatkan diri dengan sehat dalam rekanan sosial, khususnya dalam keluarga.
Sudah saatnya kita mengevaluasi ulang cara kita mendidik & dididik, supaya generasi berikutnya dapat tumbuh dengan pencerahan bahwa memberi adalah pilihan, bukan kewajiban yg meniadakan diri sendiri. Memberi secukupnya bukan berarti egois, tetapi bentuk mensayangi diri tanpa melupakan orang lain.